Makalah PKI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua,
sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Partai
Komunis Islam”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak
lupa mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih
luas bagi pembacanya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
terdapat kelebihan dan kekurangannya sehingga kami mengharap kritik dan saran
yang dapat memperbaiki untuk penulisan makalah selanjutnya.
Terima kasih.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
D. Metode
Penulisan
E. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
G 30 S Pki
B. Sejarah
Singkat G 30 S Pki
C. Tawaran
Bantuan Dari Belanda
D. Peristiwa
E. Korban
F. Pasca
Kejadian
G. Penangkapan
Dan Pembantaian
H. Peringatan
I.
Akhir Konflik
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemerdekaan
Indonesia bukan berarti Negara Indonesia terbebas dari segala masalah yang
ada.Terdapat beberapa oknum ataupun organisasi masyarakat yang menginginkan
ideologi mereka yang menjadi landasan negara yang telah disepakati sebelumnya,
salah satunya adalah organisasi dari partai politik Partai Komunis Indonesia
(PKI). Hingga saat ini masih banyak organisasi masyarakat yang menginginkan
separatis dengan kedaulatan NKRI.
Pemberontakan PKI
tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya,pada tahun
1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan
tersebut dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari pemberontakan
itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara
komunis.Beruntunglah pada saat itu Muso dan Amir Syarifuddin berhasil ditangkap
dan kemudian ditembak mati sehingga pergerakan PKI dapat dikendalikan.
Namun, melalui
demokrasi terpimpin kiprah PKI kembali bersinar. Terlebih lagi dengan adanya
ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang
sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam
konstelasi politik Indonesia. Bahkan, Presiden Soekarno mengangap aliansinya
dengan PKI menguntungkan sehingga PKI ditempatkan pada barisan terdepan
dalamdemokrasi terpimpin.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang
tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1.
Pengertian PKI
2.
Sejarah Singkat G 30 S PKI
3.
Apa tujuan dari G30SPKI?
4.
Apa latar belakang dari G30SPKI?
5.
Siapa saja tokoh yang berperan dalam pembunuhan
dan penculikan?
6.
Siapa saja korban dari gerakan ini?
7.
Apa alasan pemerintah membubarkan dan
memusnahkan gerakan dan setiap anggota
gerakan ini?
8.
Bagaimana
situasi dan kondisi masyarakat saat itu?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini ialah penulis ingin mencaritahu tujuan, latar
belakang dari G30S PKI, siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dan korban-korban,
serta alasan pemerintah hingga akhirnya memutuskan untuk membubarkan gerakan
ini.
D.
Metode Penulisan
Adapun metode
penulisan yang dipakai penulis yaitu dengan mengadakan studi pustaka dengan
cara membaca dan mengumpulkan sumber-sumber lain dari internet. Penulisan juga
menggunakan metode diskriptif menguraikan hasil telusuran tentang peristiwa
G30S/PKI dan menyajikannya dalam alinea-alinea.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan
dapat menambah perbendaharaan kajian tentang paham komunis penulis dan juga
pembaca makalah ini, penulis juga mengharapkan tulisan ini dapat memotifasi
pembaca yang kurang menyukai sejarah Indonesia mengetahui lebih dalam sejarah
negeri sendiri yang diharapkan dapat menambah rasa nasionalisme anak muda.
Selain semua
manfaat yang didapat di atas penulis juga mendapatkan manfaat lain yaitu
memenuhi tugas pelajaran sejarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian G 30 S Pki
Gerakan 30
September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan
September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa
yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965
di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya
dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada
anggota Partai Komunis Indonesia.
Partai Komunis
Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di
luar Tiongkok danUni Soviet.Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar
3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya.PKI juga mengontrol
pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani
Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan
wanita (Gerwani) , organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI
mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli
1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit
presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI.Ia memperkuat tangan
angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi
yang penting.Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”.PKI menyambut
“Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis
yang dinamakan NASAKOM.
Pada era
“Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani,
gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan
ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
G 30 S PKI adalah sebuah peristiwa yang
terjadi pada tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965 di mana enam perwira
tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu
usaha kudeta (pengambilan kekuasaan) yang kemudian dituduhkan kepada anggota
Partai Komunis Indonesia.
Di akhir 1964 dan
permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak
mereka.Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara polisi dan para pemilik
tanah.Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet
dan minyak milik Amerika Serikat.
B.
Sejarah Singkat G 30 S Pki
PERISTIWA
Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang
terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali
dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18
September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia
dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sarifuddin.
Pada saat itu
hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs),
dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI).Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun,
baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh
masyarakat dan agama. Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini.Sejumlah
pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah
rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).
C.
Tawaran bantuan dari Belanda
Pada
awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk
menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh
pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan
memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk
melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia.
Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan
untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada
AS.
Setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang
membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis.
Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis
Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok
Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta.
Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti
D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan
militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono,
Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan
Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan
menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan
Kapten Untung Samsuri.
Pada bulan Mei
1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow,
Rusia.Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali
posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan
komandan pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin
Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.
Aksi saling
menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa
pihak lainlah yang memulai.Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama,
pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.
Tanggal 10
September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2
perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut
dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari
golongan kiri, diculik dan dibunuh.Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak
lainlah yang melakukannya.Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol.
Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah
alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri
menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil
Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat
untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S.
Truman, Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan,
bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka
negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti
layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam
memerangi komunis di seluruh dunia.
Kemudian pada 21
Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel “Huisje Hansje” Sarangan,
dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri,
Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak
Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran
(pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB). Dalam
pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai “Perundingan Sarangan”,
diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal
(proposal pembasmian kelompok merah).Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat
ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang
gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta,
sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency – CIA
Diisukan, bahwa
Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di Madiun telah
mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan Madiun.
Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan bahwa pada dia
mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah terjadi
pemberontakan PKI. Dia bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman
dari Pemerintah Pusat
Pada 19 September
1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan
kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau
Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut
sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di
buku-buku pelajaran sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI
Madiun.
D.
Peristiwa
1) Isu
Dewan Jenderal
Pada saat-saat
genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal, yang
mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno
dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili.Namun
secara tak terduga, dalam operasi penangkapan tersebut para jenderal tersebut
terbunuh.
2) Isu
Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist
diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew Gilchrist. Beredar
hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal.Dokumen ini oleh beberapa
pihak dianggap pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia,
dokumen ini menyebutkan adanya “Teman Tentara Lokal Kita” yang mengesankan
bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan
Amerika Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara
untuk “ditindaklanjuti”.
3) Isu
Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto
saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Cadangan
Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
E.
Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh
tersebut adalah:
1. Letjen
TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi
Tertinggi)
2. Mayjen
TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
3. Mayjen
TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan
dan Pembinaan)
4. Mayjen
TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
5. Brigjen
TNI Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
6. Brigjen
TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI
Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan
tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau,
Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya
juga turut menjadi korban:
1.
Bripka Karel Satsuin Tubun (Pengawal kediaman
resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J.Leimena)
2.
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem
072/Pamungkas, Yogyakarta)
3.
Letkol Sugiyanto Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem
072/Pamungkas, Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian
dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang
Buaya.Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
F.
Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan
beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi
vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang
terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman
tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota
“Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan
pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan
DI.Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan
Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem
072/Yogyakarta).Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965.Kedua perwira
ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada
tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi
pembentukan Dewan Revolusioner oleh para “pemberontak” dengan berpindah ke
Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada
tanggal 6 Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan “persatuan
nasional”, yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya untuk
penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan
semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung “pemimpin
revolusi Indonesia” dan tidak melawan angkatan bersenjata.
G.
Penangkapan dan Pembantaian
Dalam bulan-bulan
setelah peristiwa ini, semua partai kelas buruh yang diketahui, ratusan ribu
pekerja, dan petani Indonesia dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan
untuk disiksa dan diinterogasi.Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah
(bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember).Berapa
jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis (perkiraan yang
konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua
sampai tiga juga orang).Namun diduga setidaknya satu juta orang menjadi korban
dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh
tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan
seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan
pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ada
laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh
mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu “terbendung mayat”.
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan
pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu
lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama
sekali.
1) Supersemar
(Surat Perintah Sebelas Maret)
Lima bulan setelah
itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas
melalui Surat Perintah Sebelas Maret.Ia memerintah Suharto untuk mengambil
“langkah-langkah yang sesuai” untuk mengembalikan ketenangan dan untuk
melindungi keamanan pribadi dan wibawanya.Kekuatan tak terbatas ini pertama
kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI.
Kepemimpinan PKI
terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit,
yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24
November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI, Nyoto.
2) Pertemuan
Jenewa, Swiss
Menyusul peralihan
kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakanlah pertemuan antara para ekonom
orde baru dengan para CEO korporasi multinasional di Swiss. Korporasi
multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank,
General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American
Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper
Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, dan Chase
Manhattan. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.
H.
Peringatan
Sesudah kejadian
tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30
September.Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai
kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia
setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya
dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan
dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP
Kalibata.Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan
lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September
4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa
pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok
Indonesia.Acara yang bertajuk “Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40
tahun tragedi kemanusiaan 1965” ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica, Universitas Indonesia,
acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain
Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.
I.
Akhir konflik
Kekuatan pasukan
pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di
bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer
Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari
Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di
bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa
Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB)
Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.
Panglima Besar
Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas
pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu.Memang benar, kekuatan
inti pasukan-pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.
Tanggal 30
September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang
datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di
Hotel Merdeka di Madiun.Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan
pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak
dapat segera ditangkap.
Baru pada akhir
bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso tewas atau dapat
ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin
Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas
perintah Kol. Gatot Subroto.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Peristiwa G 30 S PKI adalah peristiwa
berdarah bunuh membunuh yang tidak jelas kepastiannya, dalam peristiwa ini 6
jendral tewas dan PKI dituduh sebagai pembunuhnya. Kronologinya akan dibahas
pada poin-poin di bawah.
Menurut isu
beredar, ada kabar bahwa para jenderal tidak puas dengan pemerintahan Soekarno,
kabar ini disebut Isu Dewan Jenderal, menurut isu beredar, kemudian digerakan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan mengadili mereka, namun dalam proses
penangkapan, secara tak terduga mereka terbunuh pada tanggal 30 September 1965.
Masih berdasarkan
isu, setelah ke enam jenderal terbunuh, tersebarlah tuduhan bahwa PKI yang
membunuh para jenderal tersebut.Menurut isu, untuk menyikapi tuduhan atas PKI
tersebut, diberantaslah PKI yang dianggap ingin mengudeta pemerintahan.Banyak
anggota-anggota PKI yang terbunuh, juga banyak orang-orang kita yang terbunuh
oleh PKI, semua itu terjadi pasca terbunuhnya jenderal pada 30 September 1965.
Sampai akhirnya,
lima bulan setelah itu, keluarlah Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah sebelas
Maret.Semua pihak, terutama Soekarno berharap semoga aksi bunuh membunuh pasca
kejadian 30 September 1965, itu segera selesai.
Sesudah kejadian tersebut, 30
September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September.Hari
berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.Isu mengenai
peristiwa G 30 S PKI, dari mulai tuduhan-tuduhan kudeta sampai kematian para
jenderal tidak begitu jelas.
B.
Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna
, dikarenakan penulis atau pembuatnya hanya manusia biasa. Jadi, di harapkan
kepada guru pembimbing dan para pembaca agar membeikan kritik dan saran agar
makalah ini bisa di segani untuk dibaca dan dimengerti. Kepada pihak yang
terlibat terima kasih banyak atas semua dukunannya, kepada search angine google
juga yang telah memberikan wawasan dan matei ini untuk lebih mudah untuk saya
edit dan kerjakan
Sumber: https://dailygrin.wordpress.com
Editor: MID group
0 Komentar