PENGERTIAN SEL
Dalam biologi, sel adalah
kumpulan materi paling sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit penyusun
semua makhluk hidup. Sel mampu melakukan semua aktivitas kehidupan dan sebagian
besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di dalam sel.
Kebanyakan makhluk hidup tersusun atas sel tunggal, atau disebut organisme
uniseluler, misalnya bakteri dan amoeba. Makhluk hidup lainnya, termasuk
tumbuhan, hewan, dan manusia, merupakan organisme multiseluler yang terdiri
dari banyak tipe sel terspesialisasi dengan fungsinya masing-masing. Tubuh
manusia, misalnya, tersusun atas lebih dari 1013 sel. Namun, seluruh tubuh semua
organisme berasal dari hasil pembelahan satu sel. Contohnya, tubuh bakteri
berasal dari pembelahan sel bakteri induknya, sementara tubuh tikus berasal
dari pembelahan sel telur induknya yang sudah dibuahi.
Sel-sel pada organisme
multiseluler tidak akan bertahan lama jika masing-masing berdiri sendiri. Sel
yang sama dikelompokkan menjadi jaringan, yang membangun organ dan kemudian
sistem organ yang membentuk tubuh organisme tersebut. Contohnya, sel otot
jantung membentuk jaringan otot jantung pada organ jantung yang merupakan
bagian dari sistem organ peredaran darah pada tubuh manusia. Sementara itu, sel
sendiri tersusun atas komponen-komponen yang disebut organel.
Sel terkecil yang dikenal manusia
ialah bakteri Mycoplasma dengan diameter 0,0001 sampai 0,001 mm, sedangkan
salah satu sel tunggal yang bisa dilihat dengan mata telanjang ialah telur ayam
yang belum dibuahi. Akan tetapi, sebagian besar sel berdiameter antara 1 sampai
100 µm (0,001–0,1 mm) sehingga hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Penemuan dan
kajian awal tentang sel memperoleh kemajuan sejalan dengan penemuan dan
penyempurnaan mikroskop pada abad ke-17. Robert Hooke pertama kali
mendeskripsikan dan menamai sel pada tahun 1665 ketika ia mengamati suatu
irisan gabus (kulit batang pohon ek) dengan mikroskop yang memiliki perbesaran
30 kali. Namun, teori sel sebagai unit kehidupan baru dirumuskan hampir dua
abad setelah itu oleh Matthias Schleiden dan Theodor Schwann. Selanjutnya, sel
dikaji dalam cabang biologi yang disebut biologi sel.
1. Sejarah
A.
Penemuan
awal
Mikroskop majemuk dengan dua
lensa telah ditemukan pada akhir abad ke-16 dan selanjutnya dikembangkan di
Belanda, Italia, dan Inggris. Hingga pertengahan abad ke-17 mikroskop sudah
memiliki kemampuan perbesaran citra sampai 30 kali. Ilmuwan Inggris Robert
Hooke kemudian merancang mikroskop majemuk yang memiliki sumber cahaya sendiri
sehingga lebih mudah digunakan. Ia mengamati irisan-irisan tipis gabus melalui
mikroskop dan menjabarkan struktur mikroskopik gabus sebagai "berpori-pori
seperti sarang lebah tetapi pori-porinya tidak beraturan" dalam makalah
yang diterbitkan pada tahun 1665. Hooke menyebut pori-pori itu cells karena
mirip dengan sel (bilik kecil) di dalam biara atau penjara. Yang sebenarnya
dilihat oleh Hooke adalah dinding sel kosong yang melingkupi sel-sel mati pada
gabus yang berasal dari kulit pohon ek. Ia juga mengamati bahwa di dalam
tumbuhan hijau terdapat sel yang berisi cairan.
Pada masa yang sama di Belanda,
Antony van Leeuwenhoek, seorang pedagang kain, menciptakan mikroskopnya sendiri
yang berlensa satu dan menggunakannya untuk mengamati berbagai hal. Ia berhasil
melihat sel darah merah, spermatozoid, khamir bersel tunggal, protozoa, dan
bahkan bakteri. Pada tahun 1673 ia mulai mengirimkan surat yang memerinci
kegiatannya kepada Royal Society, perkumpulan ilmiah Inggris, yang lalu
menerbitkannya. Pada salah satu suratnya, Leeuwenhoek menggambarkan sesuatu
yang bergerak-gerak di dalam air liur yang diamatinya di bawah mikroskop. Ia
menyebutnya diertjen atau dierken (bahasa Belanda: 'hewan kecil', diterjemahkan
sebagai animalcule dalam bahasa Inggris oleh Royal Society), yang diyakini
sebagai bakteri oleh ilmuwan modern.
Pada tahun 1675–1679, ilmuwan
Italia Marcello Malpighi menjabarkan unit penyusun tumbuhan yang ia sebut utricle
('kantong kecil'). Menurut pengamatannya, setiap rongga tersebut berisi cairan
dan dikelilingi oleh dinding yang kukuh. Nehemiah Grew dari Inggris juga
menjabarkan sel tumbuhan dalam tulisannya yang diterbitkan pada tahun 1682, dan
ia berhasil mengamati banyak struktur hijau kecil di dalam sel-sel daun tumbuhan,
yaitu kloroplas.
B.
Teori sel
Beberapa ilmuwan pada abad ke-18
dan awal abad ke-19 telah berspekulasi atau mengamati bahwa tumbuhan dan hewan tersusun
atas sel, namun hal tersebut masih diperdebatkan pada saat itu. Pada tahun
1838, ahli botani Jerman Matthias Jakob Schleiden menyatakan bahwa semua
tumbuhan terdiri atas sel dan bahwa semua aspek fungsi tubuh tumbuhan pada
dasarnya merupakan manifestasi aktivitas sel. Ia juga menyatakan pentingnya nukleus
(yang ditemukan Robert Brown pada tahun 1831) dalam fungsi dan pembentukan sel,
namun ia salah mengira bahwa sel terbentuk dari nukleus. Pada tahun 1839,
Theodor Schwann, yang setelah berdiskusi dengan Schleiden menyadari bahwa ia
pernah mengamati nukleus sel hewan sebagaimana Schleiden mengamatinya pada
tumbuhan, menyatakan bahwa semua bagian tubuh hewan juga tersusun atas sel.
Menurutnya, prinsip universal pembentukan berbagai bagian tubuh semua organisme
adalah pembentukan sel.
Yang kemudian memerinci teori sel
sebagaimana yang dikenal dalam bentuk modern ialah Rudolf Virchow, seorang
ilmuwan Jerman lainnya. Pada mulanya ia sependapat dengan Schleiden mengenai
pembentukan sel. Namun, pengamatan mikroskopis atas berbagai proses patologis
membuatnya menyimpulkan hal yang sama dengan yang telah disimpulkan oleh Robert
Remak dari pengamatannya terhadap sel darah merah dan embrio, yaitu bahwa sel
berasal dari sel lain melalui pembelahan sel. Pada tahun 1855, Virchow
menerbitkan makalahnya yang memuat motonya yang terkenal, omnis cellula e
cellula (semua sel berasal dari sel).
C.
Perkembangan
biologi sel
Antara tahun 1875 dan 1895,
terjadi berbagai penemuan mengenai fenomena seluler dasar, seperti mitosis,
meiosis, dan fertilisasi, serta berbagai organel penting, seperti mitokondria,
kloroplas, dan badan Golgi. Lahirlah bidang yang mempelajari sel, yang saat itu
disebut sitologi.
Perkembangan teknik baru,
terutama fraksinasi sel dan mikroskopi elektron, memungkinkan sitologi dan
biokimia melahirkan bidang baru yang disebut biologi sel. Pada tahun 1960,
perhimpunan ilmiah American Society for Cell Biology didirikan di New York,
Amerika Serikat, dan tidak lama setelahnya, jurnal ilmiah Journal of
Biochemical and Biophysical Cytology berganti nama menjadi Journal of Cell
Biology. Pada akhir dekade 1960-an, biologi sel telah menjadi suatu disiplin
ilmu yang mapan, dengan perhimpunan dan publikasi ilmiahnya sendiri serta
memiliki misi mengungkapkan mekanisme fungsi organel sel.
2.
Struktur
Semua sel dibatasi oleh suatu
membran yang disebut membran plasma, sementara daerah di dalam sel disebut
sitoplasma. Setiap sel, pada tahap tertentu dalam hidupnya, mengandung DNA
sebagai materi yang dapat diwariskan dan mengarahkan aktivitas sel tersebut.
Selain itu, semua sel memiliki struktur yang disebut ribosom yang berfungsi
dalam pembuatan protein yang akan digunakan sebagai katalis pada berbagai
reaksi kimia dalam sel tersebut.
Setiap organisme tersusun atas
salah satu dari dua jenis sel yang secara struktur berbeda: sel prokariotik
atau sel eukariotik. Kedua jenis sel ini dibedakan berdasarkan posisi DNA di
dalam sel; sebagian besar DNA pada eukariota terselubung membran organel yang
disebut nukleus atau inti sel, sedangkan prokariota tidak memiliki nukleus.
Hanya bakteri dan arkea yang memiliki sel prokariotik, sementara protista,
tumbuhan, jamur, dan hewan memiliki sel eukariotik.
A.
Sel
prokariota
Pada sel prokariota (dari bahasa
Yunani, pro, 'sebelum' dan karyon, 'biji'), tidak ada membran yang memisahkan
DNA dari bagian sel lainnya, dan daerah tempat DNA terkonsentrasi di sitoplasma
disebut nukleoid.vKebanyakan prokariota merupakan organisme uniseluler dengan
sel berukuran kecil (berdiameter 0,7–2,0 µm dan volumenya sekitar 1 µm3) serta
umumnya terdiri dari selubung sel, membran sel, sitoplasma, nukleoid, dan
beberapa struktur lain.
Hampir semua sel prokariotik
memiliki selubung sel di luar membran selnya. Jika selubung tersebut mengandung
suatu lapisan kaku yang terbuat dari karbohidrat atau kompleks
karbohidrat-protein, peptidoglikan, lapisan itu disebut sebagai dinding sel.
Kebanyakan bakteri memiliki suatu membran luar yang menutupi lapisan
peptidoglikan, dan ada pula bakteri yang memiliki selubung sel dari protein.
Sementara itu, kebanyakan selubung sel arkea berbahan protein, walaupun ada
juga yang berbahan peptidoglikan. Selubung sel prokariota mencegah sel pecah
akibat tekanan osmotik pada lingkungan yang memiliki konsentrasi lebih rendah
daripada isi sel.
Sejumlah prokariota memiliki
struktur lain di luar selubung selnya. Banyak jenis bakteri memiliki lapisan di
luar dinding sel yang disebut kapsul yang membantu sel bakteri melekat pada
permukaan benda dan sel lain. Kapsul juga dapat membantu sel bakteri menghindar
dari sel kekebalan tubuh manusia jenis tertentu. Selain itu, sejumlah bakteri
melekat pada permukaan benda dan sel lain dengan benang protein yang disebut
pilus (jamak: pili) dan fimbria (jamak: fimbriae). Banyak jenis bakteri
bergerak menggunakan flagelum (jamak: flagela) yang melekat pada dinding selnya
dan berputar seperti motor.
Prokariota umumnya memiliki satu
molekul DNA dengan struktur lingkar yang terkonsentrasi pada nukleoid. Selain
itu, prokariota sering kali juga memiliki bahan genetik tambahan yang disebut
plasmid yang juga berstruktur DNA lingkar. Pada umumnya, plasmid tidak
dibutuhkan oleh sel untuk pertumbuhan meskipun sering kali plasmid membawa gen
tertentu yang memberikan keuntungan tambahan pada keadaan tertentu, misalnya
resistansi terhadap antibiotik.
Prokariota juga memiliki sejumlah
protein struktural yang disebut sitoskeleton, yang pada mulanya dianggap hanya
ada pada eukariota. Protein skeleton tersebut meregulasi pembelahan sel dan berperan
menentukan bentuk sel.
B.
Sel
eukariota
Tidak seperti prokariota, sel
eukariota (bahasa Yunani, eu, 'sebenarnya' dan karyon) memiliki nukleus.
Diameter sel eukariota biasanya 10 hingga 100 µm, sepuluh kali lebih besar
daripada bakteri. Sitoplasma eukariota adalah daerah di antara nukleus dan
membran sel. Sitoplasma ini terdiri dari medium semicair yang disebut sitosol,
yang di dalamnya terdapat organel-organel dengan bentuk dan fungsi
terspesialisasi serta sebagian besar tidak dimiliki prokariota. Kebanyakan
organel dibatasi oleh satu lapis membran, namun ada pula yang dibatasi oleh dua
membran, misalnya nukleus.
Selain nukleus, sejumlah organel
lain dimiliki hampir semua sel eukariota, yaitu (1) mitokondria, tempat
sebagian besar metabolisme energi sel terjadi; (2) retikulum endoplasma, suatu
jaringan membran tempat sintesis glikoprotein dan lipid; (3) badan Golgi, yang
mengarahkan hasil sintesis sel ke tempat tujuannya; serta (4) peroksisom,
tempat perombakan asam lemak dan asam amino. Lisosom, yang menguraikan komponen
sel yang rusak dan benda asing yang dimasukkan oleh sel, ditemukan pada sel hewan,
tetapi tidak pada sel tumbuhan. Kloroplas, tempat terjadinya fotosintesis,
hanya ditemukan pada sel-sel tertentu daun tumbuhan dan sejumlah organisme
uniseluler. Baik sel tumbuhan maupun sejumlah eukariota uniseluler memiliki
satu atau lebih vakuola, yaitu organel tempat menyimpan nutrien dan limbah
serta tempat terjadinya sejumlah reaksi penguraian.
Jaringan protein serat
sitoskeleton mempertahankan bentuk sel dan mengendalikan pergerakan struktur di
dalam sel eukariota. Sentriol, yang hanya ditemukan pada sel hewan di dekat
nukleus, juga terbuat dari sitoskeleton.
Dinding sel yang kaku, terbuat
dari selulosa dan polimer lain, mengelilingi sel tumbuhan dan membuatnya kuat
dan tegar. Fungi juga memiliki dinding sel, namun komposisinya berbeda dari
dinding sel bakteri maupun tumbuhan. Di antara dinding sel tumbuhan yang
bersebelahan terdapat saluran yang disebut plasmodesmata.
3. Komponen
subseluler
A.
Membran
Membran sel terdiri dari lapisan
ganda fosfolipid dan berbagai protein.
Membran sel yang membatasi sel
disebut sebagai membran plasma dan berfungsi sebagai rintangan selektif yang
memungkinkan aliran oksigen, nutrien, dan limbah yang cukup untuk melayani
seluruh volume sel. Membran sel juga berperan dalam sintesis ATP, pensinyalan
sel, dan adhesi sel.
Membran sel berupa lapisan sangat
tipis yang terbentuk dari molekul lipid dan protein. Membran sel bersifat
dinamik dan kebanyakan molekulnya dapat bergerak di sepanjang bidang membran.
Molekul lipid membran tersusun dalam dua lapis dengan tebal sekitar 5 nm yang
menjadi penghalang bagi kebanyakan molekul hidrofilik. Molekul-molekul protein
yang menembus lapisan ganda lipid tersebut berperan dalam hampir semua fungsi
lain membran, misalnya mengangkut molekul tertentu melewati membran. Ada pula
protein yang menjadi pengait struktural ke sel lain, atau menjadi reseptor yang
mendeteksi dan menyalurkan sinyal kimiawi dalam lingkungan sel. Diperkirakan
bahwa sekitar 30% protein yang dapat disintesis sel hewan merupakan protein
membran.
B.
Nukleus/Inti
Sel
Nukleus mengandung sebagian besar
gen yang mengendalikan sel eukariota (sebagian lain gen terletak di dalam
mitokondria dan kloroplas). Dengan diameter rata-rata 5 µm, organel ini umumnya
adalah organel yang paling mencolok dalam sel eukariota. Kebanyakan sel
memiliki satu nukleus, namun ada pula yang memiliki banyak nukleus, contohnya
sel otot rangka, dan ada pula yang tidak memiliki nukleus, contohnya sel darah
merah matang yang kehilangan nukleusnya saat berkembang.
Selubung nukleus melingkupi
nukleus dan memisahkan isinya (yang disebut nukleoplasma) dari sitoplasma.
Selubung ini terdiri dari dua membran yang masing-masing merupakan lapisan
ganda lipid dengan protein terkait. Membran luar dan dalam selubung nukleus
dipisahkan oleh ruangan sekitar 20–40 nm. Selubung nukleus memiliki sejumlah
pori yang berdiameter sekitar 100 nm dan pada bibir setiap pori, kedua membran
selubung nukleus menyatu.
Di dalam nukleus, DNA
terorganisasi bersama dengan protein menjadi kromatin. Sewaktu sel siap untuk
membelah, kromatin kusut yang berbentuk benang akan menggulung, menjadi cukup
tebal untuk dibedakan melalui mikroskop sebagai struktur terpisah yang disebut
kromosom.
Struktur yang menonjol di dalam
nukleus sel yang sedang tidak membelah ialah nukleolus, yang merupakan tempat
sejumlah komponen ribosom disintesis dan dirakit. Komponen-komponen ini
kemudian dilewatkan melalui pori nukleus ke sitoplasma, tempat semuanya
bergabung menjadi ribosom. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu nukleolus,
bergantung pada spesiesnya dan tahap reproduksi sel tersebut.
Nukleus mengedalikan sintesis
protein di dalam sitoplasma dengan cara mengirim molekul pembawa pesan berupa
RNA, yaitu mRNA, yang disintesis berdasarkan "pesan" gen pada DNA.
RNA ini lalu dikeluarkan ke sitoplasma melalui pori nukleus dan melekat pada
ribosom, tempat pesan genetik tersebut diterjemahkan menjadi urutan asam amino
protein yang disintesis.
C.
Ribosom
Ribosom merupakan tempat sel
membuat protein. Sel dengan laju sintesis protein yang tinggi memiliki banyak
sekali ribosom, contohnya sel hati manusia yang memiliki beberapa juta ribosom.
Ribosom sendiri tersusun atas berbagai jenis protein dan sejumlah molekul RNA.
Ribosom eukariota lebih besar
daripada ribosom prokariota, namun keduanya sangat mirip dalam hal struktur dan
fungsi. Keduanya terdiri dari satu subunit besar dan satu subunit kecil yang
bergabung membentuk ribosom lengkap dengan massa beberapa juta dalton.
Pada eukariota, ribosom dapat
ditemukan bebas di sitosol atau terikat pada bagian luar retikulum endoplasma.
Sebagian besar protein yang diproduksi ribosom bebas akan berfungsi di dalam
sitosol, sementara ribosom terikat umumnya membuat protein yang ditujukan untuk
dimasukkan ke dalam membran, untuk dibungkus di dalam organel tertentu seperti
lisosom, atau untuk dikirim ke luar sel. Ribosom bebas dan terikat memiliki
struktur identik dan dapat saling bertukar tempat. Sel dapat menyesuaikan
jumlah relatif masing-masing ribosom begitu metabolismenya berubah.
D.
Sistem
endomembran
Berbagai membran dalam sel
eukariota merupakan bagian dari sistem endomembran. Membran ini dihubungkan
melalui sambungan fisik langsung atau melalui transfer antarsegmen membran
dalam bentuk vesikel (gelembung yang dibungkus membran) kecil. Sistem endomembran
mencakup selubung nukleus, retikulum endoplasma, badan Golgi, lisosom, berbagai
jenis vakuola, dan membran plasma. Sistem ini memiliki berbagai fungsi,
termasuk sintesis dan modifikasi protein serta transpor protein ke membran dan
organel atau ke luar sel, sintesis lipid, dan penetralan beberapa jenis racun.
Ø
Retikulum
endoplasma
Retikulum endoplasma merupakan
perluasan selubung nukleus yang terdiri dari jaringan (reticulum = 'jaring
kecil') saluran bermembran dan vesikel yang saling terhubung. Terdapat dua
bentuk retikulum endoplasma, yaitu retikulum endoplasma kasar dan retikulum
endoplasma halus.
Retikulum endoplasma kasar
disebut demikian karena permukaannya ditempeli banyak ribosom. Ribosom yang
mulai mensintesis protein dengan tempat tujuan tertentu, seperti organel
tertentu atau membran, akan menempel pada retikulum endoplasma kasar. Protein
yang terbentuk akan terdorong ke bagian dalam retikulum endoplasma yang disebut
lumen. Di dalam lumen, protein tersebut mengalami pelipatan dan dimodifikasi,
misalnya dengan penambahan karbohidrat untuk membentuk glikoprotein. Protein
tersebut lalu dipindahkan ke bagian lain sel di dalam vesikel kecil yang
menyembul keluar dari retikulum endoplasma, dan bergabung dengan organel yang
berperan lebih lanjut dalam modifikasi dan distribusinya. Kebanyakan protein
menuju ke badan Golgi, yang akan mengemas dan memilahnya untuk diantarkan ke
tujuan akhirnya.
Retikulum endoplasma halus tidak
memiliki ribosom pada permukaannya. Retikulum endoplasma halus berfungsi,
misalnya, dalam sintesis lipid komponen membran sel. Dalam jenis sel tertentu,
misalnya sel hati, membran retikulum endoplasma halus mengandung enzim yang
mengubah obat-obatan, racun, dan produk sampingan beracun dari metabolisme sel
menjadi senyawa-senyawa yang kurang beracun atau lebih mudah dikeluarkan tubuh.
Ø
Badan Golgi
Badan Golgi (dinamai menurut nama
penemunya, Camillo Golgi) tersusun atas setumpuk kantong pipih dari membran
yang disebut sisterna. Biasanya terdapat tiga sampai delapan sisterna, tetapi
ada sejumlah organisme yang memiliki badan Golgi dengan puluhan sisterna.
Jumlah dan ukuran badan Golgi bergantung pada jenis sel dan aktivitas
metabolismenya. Sel yang aktif melakukan sekresi protein dapat memiliki ratusan
badan Golgi. Organel ini biasanya terletak di antara retikulum endoplasma dan
membran plasma.
Sisi badan Golgi yang paling
dekat dengan nukleus disebut sisi cis, sementara sisi yang menjauhi nukleus
disebut sisi trans. Ketika tiba di sisi cis, protein dimasukkan ke dalam lumen
sisterna. Di dalam lumen, protein tersebut dimodifikasi, misalnya dengan
penambahan karbohidrat, ditandai dengan penanda kimiawi, dan dipilah-pilah agar
nantinya dapat dikirim ke tujuannya masing-masing.
Badan Golgi mengatur pergerakan
berbagai jenis protein; ada yang disekresikan ke luar sel, ada yang digabungkan
ke membran plasma sebagai protein transmembran, dan ada pula yang ditempatkan
di dalam lisosom. Protein yang disekresikan dari sel diangkut ke membran plasma
di dalam vesikel sekresi, yang melepaskan isinya dengan cara bergabung dengan
membran plasma dalam proses eksositosis. Proses sebaliknya, endositosis, dapat
terjadi bila membran plasma mencekung ke dalam sel dan membentuk vesikel
endositosis yang dibawa ke badan Golgi atau tempat lain, misalnya lisosom.
Ø
Lisosom
Lisosom pada sel hewan merupakan
vesikel yang memuat lebih dari 30 jenis enzim hidrolitik untuk menguraikan
berbagai molekul kompleks. Sel menggunakan kembali subunit molekul yang sudah
diuraikan lisosom itu. Bergantung pada zat yang diuraikannya, lisosom dapat
memiliki berbagai ukuran dan bentuk. Organel ini dibentuk sebagai vesikel yang
melepaskan diri dari badan Golgi.
Lisosom menguraikan molekul
makanan yang masuk ke dalam sel melalui endositosis ketika suatu vesikel
endositosis bergabung dengan lisosom. Dalam proses yang disebut autofagi,
lisosom mencerna organel yang tidak berfungsi dengan benar. Lisosom juga
berperan dalam fagositosis, proses yang dilakukan sejumlah jenis sel untuk
menelan bakteri atau fragmen sel lain untuk diuraikan. Contoh sel yang
melakukan fagositosis ialah sejenis sel darah putih yang disebut fagosit, yang
berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Ø
Vakuola
Kebanyakan fungsi lisosom sel
hewan dilakukan oleh vakuola pada sel tumbuhan. Membran vakuola, yang merupakan
bagian dari sistem endomembran, disebut tonoplas. Vakuola berasal dari kata
bahasa Latin vacuolum yang berarti 'kosong' dan dinamai demikian karena organel
ini tidak memiliki struktur internal. Umumnya vakuola lebih besar daripada
vesikel, dan kadang kala terbentuk dari gabungan banyak vesikel.
Sel tumbuhan muda berukuran kecil
dan mengandung banyak vakuola kecil yang kemudian bergabung membentuk suatu
vakuola sentral seiring dengan penambahan air ke dalamnya. Ukuran sel tumbuhan
diperbesar dengan menambahkan air ke dalam vakuola sentral tersebut. Vakuola
sentral juga mengandung cadangan makanan, garam-garam, pigmen, dan limbah
metabolisme. Zat yang beracun bagi herbivora dapat pula disimpan dalam vakuola
sebagai mekanisme pertahanan. Vakuola juga berperan penting dalam mempertahankan
tekanan turgor tumbuhan.
Vakuola memiliki banyak fungsi
lain dan juga dapat ditemukan pada sel hewan dan protista uniseluler.
Kebanyakan protozoa memiliki vakuola makanan, yang bergabung dengan lisosom
agar makanan di dalamnya dapat dicerna. Beberapa jenis protozoa juga memiliki
vakuola kontraktil, yang mengeluarkan kelebihan air dari sel.
E.
Mitokondria
Sebagian besar sel eukariota
mengandung banyak mitokondria, yang menempati sampai 25 persen volume
sitoplasma. Organel ini termasuk organel yang besar, secara umum hanya lebih
kecil dari nukleus, vakuola, dan kloroplas. Nama mitokondria berasal dari
penampakannya yang seperti benang (bahasa Yunani mitos, 'benang') di bawah
mikroskop cahaya.
Organel ini memiliki dua macam
membran, yaitu membran luar dan membran dalam, yang dipisahkan oleh ruang
antarmembran. Luas permukaan membran dalam lebih besar daripada membran luar
karena memiliki lipatan-lipatan, atau krista, yang menyembul ke dalam matriks,
atau ruang dalam mitokondria.
Mitokondria adalah tempat
berlangsungnya respirasi seluler, yaitu suatu proses kimiawi yang memberi
energi pada sel. Karbohidrat dan lemak merupakan contoh molekul makanan
berenergi tinggi yang dipecah menjadi air dan karbon dioksida oleh
reaksi-reaksi di dalam mitokondria, dengan pelepasan energi. Kebanyakan energi
yang dilepas dalam proses itu ditangkap oleh molekul yang disebut ATP.
Mitokondria-lah yang menghasilkan sebagian besar ATP sel. Energi kimiawi ATP
nantinya dapat digunakan untuk menjalankan berbagai reaksi kimia dalam sel.
Sebagian besar tahap pemecahan molekul makanan dan pembuatan ATP tersebut
dilakukan oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam krista dan matriks
mitokondria.
Mitokondria memperbanyak diri
secara independen dari keseluruhan bagian sel lain. Organel ini memiliki
DNA sendiri yang menyandikan sejumlah protein mitokondria, yang dibuat pada
ribosomnya sendiri yang serupa dengan ribosom prokariota.
F.
Kloroplas
Kloroplas merupakan salah satu
jenis organel yang disebut plastid pada tumbuhan dan alga. Kloroplas mengandung
klorofil, pigmen hijau yang menangkap energi cahaya untuk fotosintesis, yaitu
serangkaian reaksi yang mengubah energi cahaya menjadi energi kimiawi yang
disimpan dalam molekul karbohidrat dan senyawa organik lain.
Satu sel alga uniseluler dapat
memiliki satu kloroplas saja, sementara satu sel daun dapat memiliki 20 sampai
100 kloroplas. Organel ini cenderung lebih besar daripada mitokondria, dengan
panjang 5–10 µm atau lebih. Kloroplas biasanya berbentuk seperti cakram dan,
seperti mitokondria, memiliki membran luar dan membran dalam yang dipisahkan
oleh ruang antarmembran. Membran dalam kloroplas menyelimuti stroma, yang
memuat berbagai enzim yang bertanggung jawab membentuk karbohidrat dari karbon
dioksida dan air dalam fotosintesis. Suatu sistem membran dalam yang kedua di
dalam stroma terdiri dari kantong-kantong pipih disebut tilakoid yang saling
berhubungan. Tilakoid-tilakoid membentuk suatu tumpukan yang disebut granum
(jamak, grana). Klorofil terdapat pada membran tilakoid, yang berperan serupa
dengan membran dalam mitokondria, yaitu terlibat dalam pembentukan ATP.
Sebagian ATP yang terbentuk ini digunakan oleh enzim di stroma untuk mengubah
karbon dioksida menjadi senyawa antara berkarbon tiga yang kemudian dikeluarkan
ke sitoplasma dan diubah menjadi karbohidrat.
Sama seperti mitokondria,
kloroplas juga memiliki DNA dan ribosomnya sendiri serta tumbuh dan memperbanyak
dirinya sendiri. Kedua organel ini juga dapat berpindah-pindah tempat di dalam
sel.
G.
Peroksisom
Peroksisom berukuran mirip dengan
lisosom dan dapat ditemukan dalam semua sel eukariota. Organel ini dinamai
demikian karena biasanya mengandung satu atau lebih enzim yang terlibat dalam
reaksi oksidasi menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida
merupakan bahan kimia beracun, namun di dalam peroksisom senyawa ini digunakan
untuk reaksi oksidasi lain atau diuraikan menjadi air dan oksigen. Salah satu
tugas peroksisom adalah mengoksidasi asam lemak panjang menjadi lebih pendek
yang kemudian dibawa ke mitokondria untuk oksidasi sempurna. Peroksisom pada
sel hati dan ginjal juga mendetoksifikasi berbagai molekul beracun yang
memasuki darah, misalnya alkohol. Sementara itu, peroksisom pada biji tumbuhan
berperan penting mengubah cadangan lemak biji menjadi karbohidrat yang digunakan
dalam tahap perkecambahan.
H.
Sitoskeleton
Sitoskeleton eukariota terdiri
dari tiga jenis serat protein, yaitu mikrotubulus, filamen intermediat, dan
mikrofilamen. Protein sitoskeleton yang serupa dan berfungsi sama dengan
sitoskeleton eukariota ditemukan pula pada prokariota. Mikrotubulus berupa
silinder berongga yang memberi bentuk sel, menuntun gerakan organel, dan
membantu pergerakan kromosom pada saat pembelahan sel. Silia dan flagela
eukariota, yang merupakan alat bantu pergerakan, juga berisi mikrotubulus.
Filamen intermediat mendukung bentuk sel dan membuat organel tetap berada di
tempatnya. Sementara itu, mikrofilamen, yang berupa batang tipis dari protein
aktin, berfungsi antara lain dalam kontraksi otot pada hewan, pembentukan
pseudopodia untuk pergerakan sel ameba, dan aliran bahan di dalam sitoplasma
sel tumbuhan.
Sejumlah protein motor
menggerakkan berbagai organel di sepanjang sitoskeleton eukariota. Secara umum,
protein motor dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu kinesin, dinein, dan
miosin. Kinesin dan dinein bergerak pada mikrotubulus, sementara miosin
bergerak pada mikrofilamen.
4.
Komponen ekstraseluler dan Sambungan sel
Sel-sel hewan dan tumbuhan
disatukan sebagai jaringan terutama oleh matriks ekstraseluler, yaitu jejaring
kompleks molekul yang disekresikan sel dan berfungsi utama membentuk kerangka
pendukung. Terutama pada hewan, sel-sel pada kebanyakan jaringan terikat
langsung satu sama lain melalui sambungan sel.
A.
Matriks
ekstraseluler hewan
Matriks ekstraseluler sel hewan
berbahan penyusun utama glikoprotein (protein yang berikatan dengan karbohidrat
pendek), dan yang paling melimpah ialah kolagen yang membentuk serat kuat di
bagian luar sel. Serat kolagen ini tertanam dalam jalinan tenunan yang terbuat
dari proteoglikan, yang merupakan glikoprotein kelas lain Variasi jenis dan
susunan molekul matriks ekstraseluler menimbulkan berbagai bentuk, misalnya
keras seperti permukaan tulang dan gigi, transparan seperti kornea mata, atau
berbentuk seperti tali kuat pada otot. Matriks ekstraseluler tidak hanya
menyatukan sel-sel tetapi juga memengaruhi perkembangan, bentuk, dan perilaku
sel.
B.
Dinding sel
tumbuhan
Dinding sel tumbuhan merupakan
matriks ekstraseluler yang menyelubungi tiap sel tumbuhan. Dinding ini tersusun
atas serabut selulosa yang tertanam dalam polisakarida lain serta protein dan
berukuran jauh lebih tebal daripada membran plasma, yaitu 0,1 µm hingga
beberapa mikrometer. Dinding sel melindungi sel tumbuhan, mempertahankan
bentuknya, dan mencegah pengisapan air secara berlebihan.
C.
Sambungan
antarsel
Sambungan sel (cell junction)
dapat ditemukan pada titik-titik pertemuan antarsel atau antara sel dan matriks
ekstraseluler. Menurut fungsinya, sambungan sel dapat diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu (1) sambungan penyumbat (occluding junction), (2) sambungan jangkar
(anchoring junction), dan (3) sambungan pengomunikasi (communicating junction).
Sambungan penyumbat menyegel permukaan dua sel menjadi satu sedemikian rupa
sehingga molekul kecil sekalipun tidak dapat lewat, contohnya ialah sambungan
ketat (tight junction) pada vertebrata. Sementara itu, sambungan jangkar
menempelkan sel (dan sitoskeletonnya) ke sel tetangganya atau ke matriks
ekstraseluler. Terakhir, sambungan pengomunikasi menyatukan dua sel tetapi memungkinkan
sinyal kimiawi atau listrik melintas antarsel tersebut. Plasmodesmata merupakan
contoh sambungan pengomunikasi yang hanya ditemukan pada tumbuhan.
5. Fungsi
A.
Metabolisme
Keseluruhan reaksi kimia yang
membuat makhluk hidup mampu melakukan aktivitasnya disebut metabolisme, dan
sebagian besar reaksi kimia tersebut terjadi di dalam sel. Metabolisme yang
terjadi di dalam sel dapat berupa reaksi katabolik, yaitu perombakan senyawa
kimia untuk menghasilkan energi maupun untuk dijadikan bahan pembentukan
senyawa lain, dan reaksi anabolik, yaitu reaksi penyusunan komponen sel. Salah
satu proses katabolik yang merombak molekul makanan untuk menghasilkan energi
di dalam sel ialah respirasi seluler, yang sebagian besar berlangsung di dalam
mitokondria eukariota atau sitosol prokariota dan menghasilkan ATP. Sementara
itu, contoh proses anabolik ialah sintesis protein yang berlangsung pada
ribosom dan membutuhkan ATP.
B.
Komunikasi
sel
Kemampuan sel untuk
berkomunikasi, yaitu menerima dan mengirimkan 'sinyal' dari dan kepada sel
lain, menentukan interaksi antarorganisme uniseluler serta mengatur fungsi dan
perkembangan tubuh organisme multiseluler. Misalnya, bakteri berkomunikasi satu
sama lain dalam proses quorum sensing (pengindraan kuorum) untuk menentukan
apakah jumlah mereka sudah cukup sebelum membentuk biofilm, sementara sel-sel
dalam embrio hewan berkomunikasi untuk koordinasi proses diferensiasi menjadi
berbagai jenis sel.
Komunikasi sel terdiri dari
proses transfer sinyal antarsel dalam bentuk molekul (misalnya hormon) atau
aktivitas listrik, dan transduksi sinyal di dalam sel target ke molekul yang
menghasilkan respons sel. Mekanisme transfer sinyal dapat terjadi dengan kontak
antarsel (misalnya melalui sambungan pengomunikasi), penyebaran molekul sinyal
ke sel yang berdekatan, penyebaran molekul sinyal ke sel yang jauh melalui
saluran (misalnya pembuluh darah), atau perambatan sinyal listrik ke sel yang
jauh (misalnya pada jaringan otot polos). Selanjutnya, molekul sinyal menembus
membran secara langsung, lewat melalui kanal protein, atau melekat pada
reseptor berupa protein transmembran pada permukaan sel target dan memicu
transduksi sinyal di dalam sel. Transduksi sinyal ini dapat melibatkan sejumlah
zat yang disebut pembawa pesan kedua (second messenger) yang konsentrasinya
meningkat setelah pelekatan molekul sinyal pada reseptor dan yang nantinya
meregulasi aktivitas protein lain di dalam sel. Selain itu, transduksi sinyal
juga dapat dilakukan oleh sejumlah jenis protein yang pada akhirnya dapat
memengaruhi metabolisme, fungsi, atau perkembangan sel.
C.
Siklus sel
Setiap sel berasal dari pembelahan
sel sebelumnya, dan tahap-tahap kehidupan sel antara pembelahan sel ke
pembelahan sel berikutnya disebut sebagai siklus sel. Pada kebanyakan sel,
siklus ini terdiri dari empat proses terkoordinasi, yaitu pertumbuhan sel,
replikasi DNA, pemisahan DNA yang sudah digandakan ke dua calon sel anakan,
serta pembelahan sel. Pada bakteri, proses pemisahan DNA ke calon sel anakan
dapat terjadi bersamaan dengan replikasi DNA, dan siklus sel yang berurutan
dapat bertumpang tindih. Hal ini tidak terjadi pada eukariota yang siklus
selnya terjadi dalam empat fase terpisah sehingga laju pembelahan sel bakteri
dapat lebih cepat daripada laju pembelahan sel eukariota. Pada eukariota, tahap
pertumbuhan sel umumnya terjadi dua kali, yaitu sebelum replikasi DNA (disebut
fase G1, gap 1) dan sebelum pembelahan sel (fase G2). Siklus sel bakteri tidak
wajib memiliki fase G1, namun memiliki fase G2 yang disebut periode D. Tahap
replikasi DNA pada eukariota disebut fase S (sintesis), atau pada bakteri
ekuivalen dengan periode C. Selanjutnya, eukariota memiliki tahap pembelahan
nukleus yang disebut fase M (mitosis).
Peralihan antartahap siklus sel
dikendalikan oleh suatu perlengkapan pengaturan yang tidak hanya mengoordinasi
berbagai kejadian dalam siklus sel, tetapi juga menghubungkan siklus sel dengan
sinyal ekstrasel yang mengendalikan perbanyakan sel. Misalnya, sel hewan pada
fase G1 dapat berhenti dan tidak beralih ke fase S bila tidak ada faktor
pertumbuhan tertentu, melainkan memasuki keadaan yang disebut fase G0 dan tidak
mengalami pertumbuhan maupun perbanyakan. Contohnya adalah sel fibroblas yang
hanya membelah diri untuk memperbaiki kerusakan tubuh akibat luka. Jika
pengaturan siklus sel terganggu, misalnya karena mutasi, risiko pembentukan
tumor—yaitu perbanyakan sel yang tidak normal—meningkat dan dapat berpengaruh
pada pembentukan kanker.
D.
Diferensiasi
sel
Diferensiasi sel menciptakan
keberagaman jenis sel yang muncul selama perkembangan suatu organisme
multiseluler dari sebuah sel telur yang sudah dibuahi. Misalnya, mamalia yang
berasal dari sebuah sel berkembang menjadi suatu organisme dengan ratusan jenis
sel berbeda seperti otot, saraf, dan kulit. Sel-sel dalam embrio yang sedang
berkembang melakukan pensinyalan sel yang memengaruhi ekspresi gen sel dan
menyebabkan diferensiasi tersebut.
E.
Kematian sel
terprogram
Sel dalam organisme multiseluler
dapat mengalami suatu kematian terprogram yang berguna untuk pengendalian
populasi sel dengan cara mengimbangi perbanyakan sel, misalnya untuk mencegah
munculnya tumor. Kematian sel juga berguna untuk menghilangkan bagian tubuh
yang tidak diperlukan. Contohnya, pada saat pembentukan embrio, jari-jari pada
tangan atau kaki manusia pada mulanya saling menyatu, namun kemudian terbentuk
berkat kematian sel-sel antarjari. Dengan demikian, waktu dan tempat terjadinya
kematian sel, sama seperti pertumbuhan dan pembelahan sel, merupakan proses
yang sangat terkendali. Kematian sel semacam itu terjadi dalam proses yang
disebut apoptosis yang dimulai ketika suatu faktor penting hilang dari
lingkungan sel atau ketika suatu sinyal internal diaktifkan. Gejala awal
apoptosis ialah pemadatan nukleus dan fragmentasi DNA yang diikuti oleh
penyusutan sel.
6.
Kajian tentang sel
Biologi sel modern berkembang
dari integrasi antara sitologi, yaitu kajian tentang struktur sel, dan
biokimia, yaitu kajian tentang molekul dan proses kimiawi metabolisme.
Mikroskop merupakan peralatan yang paling penting dalam sitologi, sementara
pendekatan biokimia yang disebut fraksinasi sel juga telah menjadi sangat
penting dalam biologi sel.
A.
Mikroskopi
Mikroskop berperan dalam kajian
tentang sel sejak awal penemuannya. Jenis mikroskop yang digunakan para ilmuwan
Renaisans dan yang kini masih banyak digunakan di laboratorium ialah mikroskop
cahaya. Cahaya tampak dilewatkan menembus spesimen dan kemudian lensa kaca yang
merefraksikan cahaya sedemikian rupa sehingga citra spesimen tersebut
diperbesar ketika diproyeksikan ke mata pengguna mikroskop. Namun, mikroskop
cahaya memiliki batas daya urai, yaitu tidak mampu menguraikan perincian yang
lebih halus dari kira-kira 0,2 µm (ukuran bakteri kecil). Pengembangan teknik penggunaan
mikroskop cahaya sejak awal abad ke-20 melibatkan usaha untuk meningkatkan
kontras, misalnya dengan pewarnaan atau pemberian zat fluoresen. Selanjutnya,
biologi sel mengalami kemajuan pesat dengan penemuan mikroskop elektron yang
menggunakan berkas elektron sebagai pengganti cahaya tampak dan dapat memiliki
resolusi (daya urai) sekitar 2 nm. Terdapat dua jenis dasar mikroskop elektron,
yaitu mikroskop elektron transmisi (transmission electron microscope, TEM) dan
mikroskop elektron payar (scanning electron microscope, SEM). TEM terutama
digunakan untuk mengkaji struktur internal sel, sementara SEM sangat berguna
untuk melihat permukaan spesimen secara rinci.
B.
Fraksinasi
sel
Fraksinasi sel ialah teknik untuk
memisahkan bagian-bagian sel. Secara umum, teknik ini melibatkan homogenisasi,
yaitu pemecahan sel secara halus dengan bantuan blender atau alat ultrasuara,
dan sentrifugasi, yaitu pemisahan komponen-komponen sel oleh gaya sentrifugal
dalam alat sentrifuge, alat seperti komidi putar untuk tabung reaksi yang dapat
berputar pada berbagai kecepatan. Sentrifuge yang paling canggih, yang disebut
ultrasentrifuge, dapat berputar secepat 80.000 rotasi per menit (rpm) dan
memberikan gaya pada partikel-partikel sampel hingga 500.000 kali gaya
gravitasi bumi (500.000 g). Pemutaran homogenat di dalam sentrifuge akan
memisahkan bagian-bagian sel ke dalam dua fraksi, yaitu pelet, yang terdiri
atas struktur-struktur lebih besar yang terkumpul di bagian bawah tabung
sentrifuge, dan supernatan, yang terdiri atas bagian-bagian sel yang lebih
kecil yang tersuspensi dalam cairan di atas pelet tersebut. Supernatan ini
disentrifugasi kembali dan prosesnya diulangi, dengan kecepatan putaran yang
semakin tinggi pada setiap tahap, sehingga komponen sel yang semakin lama semakin
kecil terkumpul dalam pelet yang berurutan.
Bersumber dari : Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas.
0 Komentar