MAKALAH: Pancasila
sebagai Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua,
sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pancasila
sebagai Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak
lupa mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih
luas bagi pembacanya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
terdapat kelebihan dan kekurangannya sehingga kami mengharap kritik dan saran
yang dapat memperbaiki untuk penulisan makalah selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia
yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 yang diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun
II No.7 bersamaan dengan batang tubuh UUD 1945.
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila
sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola acuan berpikir; atau
jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara,
dan sekaligus kerangka arah atau tujuan bagi yang menyandangnya.
Kehidupan NKRI ini tergantung kepada seberapa besar
penghargaan warga Negara terhadap Pancasila, baik dari segi pengkajian dan
pengamalan Pancasila itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai tertib hukum tertinggi keberadaan Pancasila tidak
dapat diganggu gugat, karena merubah dan mengamandemen Pancasila sama halnya
dengan membubarkan NKRI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Memang fakta sejarah membuktikan berkali-kali konstitusi Negara ini
diubah-ubah, dimulai dengan keluarnya peraturan pemerintah yang mengganti
sistem presidensil dengan system parlementer, hingga ditetapkannya konstitusi
RIS yang RI merupakan salah satu Negara bagian saja dari Negara Federal
tersebut, sebagai akibat ditandatanganinya perjanjian KMB. Seiring bergulirnya
waktu konstitusi RIS pun akhirnya diubah. Dengan diadakannya pemilu 1955, yang
salah satu tujuannya adalah memilih anggota konstituante. Dewan Konstituante diberi
mandat untuk menyusun konstitusi baru
bagi Negara, namun rencana pembentukan dasar Negara baru itupun gagal, seiring
dengan keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959, yang menyatakan kembali ke UUD
1945.Suatu pembuktian bahwa rakyat Indonesia membutuhkan Pancasila untuk
merekat persatuan diantara mereka.
Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, pancasila
mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik. Karena hal
tersebut pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan
hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan
dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa
Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka acuan berpikir, pola acuan
berpikir atau lebih jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka
landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah ataun tujuan bagi yang
menyandangnya antara lain adalah bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial
budaya, bidang hukum, dan bidang kehidupan antar umat beragama di Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dilaksud dengan paradigma?
2. Jelaskan
pancasila sebagai paradigma kehidupan Bangsa Indonesia ditinjau dari kodrat
manusia!
3. Jelaskan nilai
nilai pancasila sebagai paradigma reformasi dalam perkembangan ketatanegaraan
Republik Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Paradigma
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) yang dilaksud
dengan paradigma adalah daftar semua bentukan dari sebuah kata yang
memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut (Ling), model dalam teori
ilmu pengetahuan, kerangka berpikir.
Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka
pikir untuk melihat suatu permasalahan. Pengertian paradigma berkembang dari
definisi paradigma pengetahuan yang dikembangkan oleh Thomas Kuhn dalam rangka
menjelaskan cara kerja dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu
alam. Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intelektual yang dalam kondisi
normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmuwan yang membentuk ‘masyarakat
ilmiah’ dalam disiplin tertentu.
Robert Winslow menambahkan pengertian paradigma ilmiah
sebagai gambaran intelektual yang daripadanya dapat ditentukan suatu subjek
kajian. Perspektif intelektual inilah yang kemudian akan membentuk ilmu
pengetahuan normal (normal science) yang mendasari pembentukan kerangka
teoritis terhadap kajian-kajian ilmiah.
George Ritzer memberikan pengertian paradigma sebagai gambaran
fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Paradigma memberikan batasan
mengenai apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus diajukan, bagaimana harus
dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang
diperoleh.
Paradigma ialah unit konsensus yang amat luas dalam ilmu
pengetahuan dan dipakai untuk melakukan pemilahan masyarakat ilmu pengetahuan
(sub-masyarakat) yang satu dengan masyarakat pengetahuan yang lain. Paradigma
membantu para ilmuwan dan teoritisi intelektual untuk memandu, mengintegrasikan
dan menafsirkan karya mereka agar terhindar dari penciptaan informasi yang acak
dan tidak beraturan.
Menurut Kuhn, tidak ada sejarah kehidupan yang dapat
diinterpretasikan tanpa sekurang-kurangnya beberapa bentuk teori dan keyakinan
metodologik implicit yang berkaitan satu sama lain yang memungkinkan untuk
melakukan seleksi, evaluasi dan bersikap kritis. Meskipun terlihat terlalu
bernuansa akademis, sebenarnya paradigma tidak menjadi bahan kaji atau dominasi
para kaum intelektual untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, paradigma juga
mungkin diterapkan pada ranah-ranah kehidupan sosial yang lain. Sebenarnya Kuhn
mendapatkan gagasannya mengenai paradigma tersebut dari dunia sejarah dan
sastra yang kemudian diterapkannya ke dalam domain ilmu-ilmu alam yang pada
waktu itu dianggap sebagai satu-satunya ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah.
Sedangkan cabang ilmu pengetahuan yang sekarang telah dianggap sebagai ilmu,
dulunya hanya dianggap sebagai seni saja misalnya sejarah, sastra, dan politik.
B.
Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia Ditinjau dari
Kodrat Manusia.
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila
sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau
jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara,
dan sekaligus kerangka arah atau tujuan bagi yang menyandangnya.
Yang menyandangnya itu di antaranya:
(a) bidang politik, (b) bidang ekonomi, (c) bidang social
budaya, (d) bidang hukum, (e) bidang kehidupan antar umat beragama, Memahami
asal mula Pancasila.
1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat
ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah
tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu
paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan
tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah
paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan,
tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai
kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur,
parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu
dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari
sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan
penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila
sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi
dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang
dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila
adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan
pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar
hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis.
Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
susunan kodrat
manusia terdiri atas jiwa dan raga
sifat kodrat
manusia sebagai individu sekaligus sosial
kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai
upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa,
raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional
sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan
martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan
di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan,
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
a.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan
sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila
bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari
manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik
Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik
demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus
dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya
adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada
pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral
kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan
perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik
diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita
bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila.
Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
· Penerapan
dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
·
Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan
keputusan;
·
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
· Dalam
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
· Tidak
dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini,
implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga
(civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik,
agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial.
Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:
·
nilai toleransi;
·
nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
·
nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai
dengan kata);
·
bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam
Astrid: 2000: 3).
b.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi
maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada
pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas
ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem
ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia,
baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem
ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada
manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam
sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan
manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan
menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat
secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem
ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari
bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan
menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga
negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi
atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus
untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat yang harus mampu mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat
(tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi
nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah
koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu
mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan,
dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang
demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat
melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
c.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang
pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal
ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan
martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan
sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat
anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi
harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat
mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan
Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan
terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah
Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan
kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa
dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial
budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa
paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya
perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak
asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku
bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan
regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu
memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai
kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
1) Sila
Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa;
2) Sila Kedua,
merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia
tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3) Sila Ketiga,
mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di
kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang
berdaulat;
4) Sila
Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat
majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini
sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan
kepentingan perorangan;
5) Sila Kelima,
betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
d.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung
makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara
saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut,
sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen
bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh
warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah,
dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem
pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga
negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai
pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila
sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan
Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan
negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk
menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah
konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan
konstitusi, yaitu:
1) adanya
perlindungan terhadap HAM
2) adanya
susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
3) adanya
pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. Sesuai
dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD
1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif.
Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif.
Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi
negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37
UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, demikian
juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar
negara (sila - sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai paradigma
pengembangan hukum, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang
akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3) Persatuan Indonesia,
4) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus
merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.
Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif
(untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat
Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan
santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata
dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural.
Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin
kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh
banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama.
Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya
melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang
tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut
sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan
umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat
Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan
wahidah).
2. Hubungan
antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas
lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a.
Bertentangga yang baik
b.
Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.
Membela mereka yang teraniaya
d.
Saling menasehati
e.
Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara
tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2) Pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi
dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald
Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul
sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang
agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama
merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan
bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena
politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia
yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang
mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga
kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara,
“Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara,
merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat
beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog
horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar
manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan
eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis
dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi
manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal
budi, yang kreatif, yang berbudaya.
C.
Nilai-Nilai Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dalam Perkembangan
Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata
reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harafiah reformasi
mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata
kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat. Reformasi
juga di artikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru
untuk memenuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan
Apabila gerakan reformasi ingin menata kembali tatanan
kehidupan yang lebih baik, tiada jalan lain adalah mendasarkan kembali pada
nilai-nilai dasar kehidupan yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai-nilai dasar
kehidupan yang baik itu sudah terkristalisasi dalam pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara. Oleh karena itu, pancasila sangat tepat sebagai paradigma,
acuan, kerangka, dan tolok ukur gerakan reformasi di Indonesia.
Reformasi dengan paradigma pancasila adalah sebagai berikut
:
1. Reformasi yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada
moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia
makhluk tuhan.
2. Reformasi yang
berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi
berlandaskan pada moral kemanusiaan yang luhur dan sebagai upaya penataan
kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
3. Reformasi yang
berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap
tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan. Gerakan reformasi
yang menghindarkan diri dari praktik dan perilaku yang dapat menciptakan
perpecahan dan disintegrasi bangsa.
4. Reformasi yang
berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan
pemegang kedaulatan. Gerakan reformasi bertujuan menuju terciptanya
pemerintahan yang demokratis, yaitu rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
5. Reformasi yang
bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, gerakan
reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat. Perlu disadari bahwa ketidakadilanlah penyebab
kehancuran suatu bangsa.
1. Gerakan
Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan
lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju kearah
perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998
merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama
perbaikan dalam bidang politik, social, ekonomi, dan hukum.
Beberapa sebab lahirnya gerakan reformasi adalah krisis
moneter, ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, dan kepercayaan terhadap
pemerintahan Presiden Suharto. Nilai tukar rupiah terus merosot. Para investor
banyak yang menarik investasinya. Inflasi mencapai titik tertinggi dan
pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah selama pemerintahan Orde Baru.
Terutama praktek-praktek pemerintahan di bawah orde baru
hanya membawa kebahagiaan semu, ekonomi rakyat menjadi semakin terpuruk sistem
ekonomi manjadi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi di Indonesia hanya
berada pada sebagian kecil penguasa dan kongklomerat. Terlebih lagi
merajalelanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pada hampir seluruh
instansi serta lembaga pemerintahan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang di kalangan para pejabat dan pelaksana pemerintahan Negara membawa
rakyat semakin menderita.
Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya
ekonomi nasional, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori
oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang
menuntut adanya Reformasi disegala bidang terutama bidang politik, ekonomi, dan
hukum.
Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah
mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut
penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan
mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara,
Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan
beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto
menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI.
Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.
2. Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam proses réformasi sudah seharusnya dilakukan adanya
perubahan terhadap perundang-undangan. Hal ini berdasar pada adanya kenyataan
setelah peristiwa 21 mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu
subsistem yang dampaknya sangat parah adalah dibidang hukum. Subsistem hukum
tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan cenderung
bersifat imperatif bagi penyelenggara pemerintah. Jadi untuk melakukan adanya
reformasi harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang terkandung
dalam pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.
a. Pancasila sebagai
sumber nilai perubahan hukum
Dalam Negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok
kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata Negara
disebut staats fundamental norm. Dalam negara indonesia staats fundamental norm
nya adalah Pancasila, yang artinya Pancasila merupakan pokok kaidah sumber hukum
positif. Dalam pengertian inilah maka Pancasila berfungsi sebagai paradigma
hukum terutama yang berkaitan dengan berbagai macam upaya perubahan hukum. Maka
dari itu supaya hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, harus
senantiasa diperbaharui agar tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan
pembaharuan tersebut harus tetap meletakkan Pancasila sebagai kerangka pikir,
sumber norma, dan sumber nilai-nilainya.
Sebagai paradigma dalam pembaharuan tatana hukum pancasila
dipandang sebagai cita-cita hukum, dan sebagai cita-cita hukum Pancasila dapat
memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Sebagai fungsi konstitutif
Pancasila menentukan dasar suatu tatanan hukum yang memberi arti dan makna bagi
hukum itu sendiri, sehingga hukum sangat bergantung pada dasar-dasar yang
diberikan oleh nilai-nilai Pancasila. Begitu pula dengan fungsi regulatif,
Pancasila menetukan apakah suatu hukum positif itu sebagai produk yang adil
atau tidak. Sebagai staatsfundamentalnorm pancasila merupakan pangkal sumber
penjabaran dari tertib hukum di indonesia termasuk juga UUD 1945. Dalam
pengertian inilah istlah ilmu hukum disebut sumber dari segala peraturan
perundang-undangan di indonesia (mahfud, 1999;59). Sumber hukum meliputi dua
macam pengertian :
1. Sumber Hukum Formal, yaitu sumber hukum
ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum yang bersifat mengikat
terhadap komunitasnya, misalnya Undang-undang, perda dll.
2. Sumber
materila hukum, yaitu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma
hukum (Darmodihardjo, 1996:206)
b. Dasar Yuridis
Reformasi Hukum
Dalam upaya reformasi telah banyak dilontarkan berbagai
macam pendapat tentang aspek-aspek yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum
di Indonesia, bahkan semakin banyak bermunculan usulan tentang amandemen atau
perubahan secara menyeluruh terhadap Pasal-pasal UUD 1945, namun harus dipahami
secara obyektif, apabila terjadi suatu amandemen terhadap seluruh pasal UUD
1945, maka tidak terjadi pula perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945, karena
pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental, sebagai
sumber positif, memuat Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang melekat
pada kelangsungan hidup negara proklamasi 17 agustus 1945. Oleh karena itu apabila
ada perubahan pembukaan UUD 1945 sama halnya dengan menghilangkan eksistensi
bangsa dan negara Indonesia, atau sama halnya dengan pembubaran negara
Indonesia.
Dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum
adalah Tap No.XX/MPRS/1996, yang menyatakan Panacasila adalah sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta
proses penegakan hukum harus selalu bersumber pada niali-nilai yang terkandung
dalam pancasila, dan secar eksplisit dirinci tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Ada beberapa macam produk peraturan perundang-undangan yang
telah dihasilkan dalam reformasi hukum, antara lain undang-undang politik tahun
1999, yaitu UU No.2 tahun 1999, tentang partai politik, UU No.3 tahun 1999,
tentang Pemilu, dan UU No.4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR,
Dan DPRD, kemudian UU pokok Pers yang diharapkan menghasilkan pers yang bebas
dan demokratis, lalu UU otonomi daerah yang meliputi UU No.22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, dan UU No.28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
Demikian juga terjadi pada tingkatan ketetapan MPR yang
telah dilakukan reformasi hukum melalui sidang istimewa MPR pada bulan November
1998 yang menghasilkan berbagai macam ketetapan antara lain Tap No.
VII/MPR/1998 tentang pencabutan referendum, karena dianggap menghambat
demokrasi, Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN yang tidak mungkin dilaksanakan
karena krisis ekonomi serta politik, Tap No. X/MPR/1998 tentang poko-pokok
reformasi pembangunan, Tap No. XI/MPR/1998 tentang negara yang bebas KKN, Tap
No. XIII/MPR/1998 tentang masa jabatan presiden , Tap No. XIV/MPR/1998 tentang
Pemilu Tahun 1999, Tap No. XV/MPR/1998 tentang otonomi daerah dan perimbangan
keuangan pusat dan daerah, Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi, Tap
No. XVII/MPR/1998 tentang Hak asasi manusia, serta Tap No. XVIII/MPR/1998
tentang pencabutan P4, serta berbagai macam peraturan perundang-undangan
lainya.
c. Pancasila
sebagai Paragidma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam Era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada
suatu nilai sebagai landasan operasionalnya guna mencapai tujuan daripada
reformasi itu sendiri yaitu melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan
negara demokratis dengan suatu supremasi hukum, yang artinya pelaksanaan hukum
harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu
negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban setiap warga negara, tanpa
memandang pangkat, jabatan ataupun golongan maupun agama. Konsekuensi dari
pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai
ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
3.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik
Indonesia adalah sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu
pembukaan UUD 1945 alinea IV. Nilai demokrasi politik yang terkandung dalam
Pancasila merupakan fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri
negara kita dalam kenyataanya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana
kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut, dan pada realisasinya baik pada
masa orde lama maupun orde baru negara lebih mengarah pada praktek
otoritarianisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar kepada presiden.
Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabar dalam pasal-pasal UUD
1945.
Adapun esensi dari pasal-pasal tersebut berdasarkan UUD 1945
adalah :
a. Rakyat
merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara
b. Kedaulatan
rakyat dijalankan sepenuhnya oleh MPR
c. Presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR, dan bertanggung jawab kepada MPR
d. Produk hukum
apapun yang dihasilkan oleh presiden baik sendiri maupun bersama dengan lembaga
lain, kekuatanya berada dibawah MPR atau produk-produknya.
Perlu diketahui pula bahwa rakyat adalah asal mula kekuatan
negara, oleh sebab itu paradigma ini merupakan dasar pijak dalam reformasi
politik. Dan reformasi politik atas sistem politik harus melalui Undang-undang
yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma
nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
a. Reformasi atas
system politik
System mekanisme demokrasi tersebut tertuang dalam
undang-undang politik yang berlaku selama orde baru yaitu:
· UU tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD ( UU No. 16/1969 jis UU No. 5/1975 dan
UU No. 2/1985 )
· UU tentang
Partai Politik dan Golongan Karya ( UU No.3/1975, jo. UU No.3/1985 )
· UU tentang
Pemilihan Umum (UU No.15/1969 jis UU No.4/1975. UU No.2/1980, dan UU No.1/1985)
b. Reformasi atas
Kehidupan Politik
Untuk mencapai kehidupan politik yang benar-benar demokratis
maka harus dilakukan dengan cara Revitalisasi politik yaitu dengan
mengembalikan Pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya seperti
yang tertuang pada UUD 1945.
4. Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Langkah yang startegis dalam upaya melakukan reformasi
ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai pancasila
yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut:
a.
Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan
program “social safety net” yang popular dengan program jaringan pengaman
social (JPS).
b. Program
rehabilitasi dan pemulihan ekonomi untuk menciptakan kondisi kepastian usaha.
c.
Transformasi struktur untuk memperkuat ekonomi rakyat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai
paradigma mempunyai kaitan yang erat dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Karena Pancasila mempunyai peran yang sangat penting dalam
berbagai bidang seperti dalam bidang hukum, ekonomi, sosial budaya, dan juga
pembangunan
Pancasila sebagai paradigma bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai acuan setiap warganegara
utamanya para penyelenggara negara dan pemerintahan dalam menentukan kebijakan,
melaksanakan kegiatan dan mengadakan evaluasi hasilnya serta dalam menghadapi
berbagai dinamika perubahan.
Secara umum Pancasila merupakan dasar cita-cita reformasi di
bidang hukum, politik, ekonomi dan bidang pendidikan tidak mungkin dilakukan
dengan pemikiran secara teori namun haruslah mendasar dan memiliki landasan
yang mana bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan hakikat
manusia sebagai makhluk sosial dan individu, masyarakat dalam pergaulannya
berbangsa dan bernegara harus melaksanakan hak dan kewajibansesuai tugas dan
fungsinya. Maka diperlukan aturan yang menjadi acuan dalam bertingkah laku
yaitu Pancasila.
B.
Saran
Makalah yang saya buat jauh dari kata sempurna. Jadi, bagi
pembaca dan guru pengajar diharapkan untuk memberi saran agar makalah ini bisa di perbaiki dan berguna
untuk masa yang akan datang.
0 Komentar