Makalah Nasionalisme Bangsa Indonesia
MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGWNEGARAAN
"NASIONALISME BANGSA INDONESIA"
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan
kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami “NASIONALISME
BANGSA INDONESIA”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda
Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini memuat
tengtang bagaimana kita mengenal perkembangan nasionalisme yang ada di
Indonesia. Materi yang terdapat dalam makalah ini disusun dari berbagai sumber pustaka seperti
yang terlihat pada daftar pustaka. Pada
dasarnya makalah ini digunakan sebagai bahan ajaran bagi mahasiswa.
Karena
keterbatasan waktu dan pengetahuan dalam penyusunan, kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan atau kesalahan didalamnya baik
dari segi isi maupun bahasa. Semoga segala aktivitas keseharian kita mendapat
berkah dari Allah SWT dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia telah
dijajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII, namun kesadaran nasional sebagai
sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Kesadaran itu muncul sebagai akibat
dari sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial. Karena,
melalui pendidikanlah muncul kelompok terpelajar atau intelektual yang menjadi
motor penggerak nasionalisme Indonesia. Melalui tangan merekalah, perjuangan
bangsa Indonesia di dalam membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan
imperialisme Barat memasuki babak baru. Inilah yang kemudian dikenal dengan
periode pergerakan nasional. Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan perlawanan
bersenjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern.
Kondisi itulah
yang mampu memompa harga diri bangsa untuk bersatu, bebas, dan merdeka dari
penjajahan. Meskipun begitu, harus diakui bahwa munculnya kesadaran berbangsa
itu juga merupakan dampak tidak langsung dari perluasan kolonialisme. Oleh
karena itu, para mahasiswa yang menjadi penggerak utama nasionalisme Indonesia
bisa disebut sebagai tokoh penggerak dari masyarakat.
Sedang faktor
yang berasal dari luar negeri antara lain kemenangan Jepang atas Rusia dalam
perang tahun 1905 yang mampu mengangkat rasa percaya diri bahwa bangsa berwarna
bisa mengalahkan bangsa kulit putih, lahirnya nasionalisme di kawasan Asia dan
Afrika yang berhasil membentuk negara-negara baru, serta beberapa prinsip dari
Woodrow Wilson yang termuat dalam Wilson 14 points. Semua nilai-nilai yang
berasal dari luar itu berhasil diserap oleh para tokoh pelajar intelektual kita
yang sedang belajar di luar negeri.
Nasionalisme
Indonesia muncul sebagai reaksi dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang
ditimbulkan oleh adanya kolonialisme. Oleh karena itu, gerakan nasionalisme
pada awal abad XX tidak bisa dipisahkan dari praktik kolonialisme sebab
keduanya merupakan hubungan sebab akibat. Hanya saja, pada tahap awal
nasionalisme berkembang pada tingkat elite yaitu kelompok bangsawan terpelajar.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
perkembangan nasionalisme yang ada di Indonesia?
2. Bagaimanakah
prasyarat integrasi, derivasi, paham kebangsaan, dan desentralisasi
nasionalisme yang ada di Indonesia?
C.
Tujuan
1. Dapat
mengetahui perkembangan nasionalisme yang ada di Indonesia.
2. Dapat
mengetahui prasyarat, derivasi, paham kebangsaan, dan desentralisasi
nasionalisme yang ada di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Nasionalisme
1.
Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme
adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan
kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian
masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam
terhadap bangsa itu sendiri.Arti lain dari Nasionalisme adalah satu paham yang
menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris
nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok
manusia. Menurut Ernest Gellner (1983) nasionalisme adalah prinsip politik,
yang berarti bahwa satuan nation harus sejalan dengan satuan politik.
Demikian juga
ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme merupakan jiwa bangsa
Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada.
Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih
kaya lagi pada zaman ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam
beberapa definisi nasionalisme sebagai berikut:
a.
Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras,
bahasa atau sejarah budaya bersama.
b.
Nasionalisme ialah suatu keinginan akan
kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise
bangsa.
c.
Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis
terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati yang
disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada
bagian-bagiannya.
d.
Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa
individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.
Nasionalisme tersebut berkembang
terus memasuki abad 20 dengan kekuatan-kekuatan berikut: :
a) Keinginan
untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat;
b) Perluasan
kekuasan negara kebangsaan;
c) Pertumbuhan
dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan
d) Konflik-konflik
kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional.
Kini nasionalisme mengacu ke
kesatuan, keseragam-an, keserasian, kemandirian dan agresivitas. (Boyd C.
Shafer, 1955, hal. 168).
Spanyol sebagian
besar nasionalisme dibangun atas kekuasaan monarik-monarki yang kuat, sedangkan
di Eropa Tengah dan Eropa Timur nasionalisme terutama dibentuk atas dasar-dasar
nonpolitis yang kemudian dibelokkan ke nation-state yang sifatnya politis juga.
Namun banyak sarjana berpendapat bahwa nasionalisme mendapat bentuk yang paling
jelas untuk pertama kali pada pertengahan kedua abad ke-18 dalam wujud revolusi
besar Perancis dan Amerika Utara.
Integral dari
sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan
nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Lagi pula Wertheim juga menegaskan
bahwa faktor-faktor seperti perubahan ekonomi, perubahan sistem status,
urbanisasi, reformasi agama Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi
dalam masa kolonial telah memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari
pengaruh Barat kepada reaksi aktif nasionalisme Indonesia. Faktor-faktor
tersebut telah diuraikan secara panjang lebar dalam bab-bab buku karangannya
yang berjudul : Indonesian Society in Transision: A Study of Social
Change(1956).
Selama ini
nasionalisme Indonesia menunjukkan identitasnya pada derajat integrasi
tertentu. Nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri
selama pendukungnya yaitu bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging,
artinya memiliki nilai-nilai baru yang disepakati bersama. Nasionalisme pada
hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, karena
nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik itu
orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa.
Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras.
Hal-hal yang mendorong munculnya
faham nasionalisme , antara lain:
a)
Adanya campur tangan bangsa lain misalnya
penjajahan dalam wilayahnya.
b) Adanya
keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan
absolut, agar manusia mendapatkan hak – haknya secara wajar sebagai warga
negara.
c) Adanya
ikatan rasa senasib dan seperjuangan.
d)
Bertempat tinggal dalam suatu wilayah.
Sejarah munculnya
faham nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang kemerdekaan
Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di
Inggris. Melalui revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh
dunia antara lain :
a)
Hasrat untuk mencapai kesatuan
b)
Hasrat untuk mencapai kemerdekaan
c)
Hasrat untuk mencapai keaslian
d)
Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
Elemen-elemen nasionalisme yang
paling penting adalah:
a)
Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan
bangsa-bangsa.
b)
Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa
bersangkutan.
c)
Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.
d)
Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa
bersangkutan.
e)
Suatu doktrin dan/atau ideologi bangsa, baik
yang umum maupun yang khusus.
2.
Beberapa bentuk nasionalisme
Nasionalisme
dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan yang
populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan dan
ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori
nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut.
a)
Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme
sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik
dari penyertaan aktif rakyatnya, kehendak rakyat; perwakilan politik. Teori ini
mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan.
Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau
dalam Bahasa Indonesia Mengenai Kontrak Sosial).
b)
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme
di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah
masyarakat.
c)
Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme
organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana
negara memperoleh kebenaran politik secara semula jadi (organik) hasil dari
bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah
bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik;
kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik.
d)
Nasionalisme budaya adalah sejenis nasionalisme
dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya
sifat keturunan seperti warna kulit, ras dan sebagainya.
e)
Nasionalisme kenegaraan adalah variasi
nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis.
Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi
hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan
berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah
'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk
kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri.
f)
Nasionalisme agama Adalah sejenis nasionalisme
dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun
begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme
keagamaan.
g)
Nasionalisme di Indonesia Memudarnya rasa
kebanggaan bagi bangsa selama beberapa tahun belakangan ini, sesungguhnya
disulut oleh menguatnya sentimen kedaerahan dan semangat primordialisme
pascakrisis. Suatu sikap yang sedikit banyak disebabkan oleh kekecewaan
sebagian besar anggota dan kelompok
masyarakat bahwa kesepakatan bersama (contract social) yang mengandung
nilai-nilai seperti keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarah kerap hanya menjadi retorika kosong.
Pemberantasan
korupsi terhadap para koruptor kelas kakap dan penegakan hukum dan keadilan yang sebenarnya sebagai sarana
strategis untuk membangkitkan semangat
cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa, tetapi semuanya tampak bohong belaka. Ini membuat generasi sekarang
menjadi gamang terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Sehingga di berbagai
daerah muncul gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan daerahnya terhadap
negara Indonesia.
Tidak mengherankan
semangat solidaritas dan kebersamaan pun terasa semakin hilang sejak beberapa dekade terakhir. Boleh
jadi, penyebab dari memudarnya rasa
nasionalisme ini juga disebabkan oleh karena paradigma tentang bangsa dan nasionalisme yang kita anut, berjalan di
tempat. Nasionalisme Indonesia hanya akan muncul di saat adanya intervensi dari
negara lain, seperti Malaysia yang mengaku kebudayaan Indonesia, sementara itu
di luar masalah Malaysia tersebut nasionalisme masyarakat Indonesia masih
sangat kecil.
D.
Nasionalisme Indonesia Sebagai Prasyarat
Integrasi Nasional
1.
Integrasi Nasional di Indonesia
Persatuan dan
kesatuan terasa begitu sangat indah. Dilihat dari kata-katanya saja kita bisa
membayangkan kehidupan di dalamnya akan sangat penuh dengan kebahagian,
ketenangan dan saling bersatu. Inilah yang selalu di dambakan dan diimpikan
oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini.
Integrasi
nasional yang dimaksud disini adalah kesatuan dan persatuan negara. Melihat
keadaan dan kondisi dari Indonesia dewasa ini, integrasi nasional tidak bisa
diwujudkan dengan mudah atau seperti membalikkan telapak tangan, ini semua
disebabkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
Di dalam
kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia sekarang ini, rasa persatuan dan
kesatuan Indonesia bisa dikatakan tidak ada, kita lebih mementingkan
kepentingan individu dari pada kepentingan bersama sebagai wujud bahwa kita
negara yang benar-benar bersatu.
Contohnya bahwa
persatuan dan kesatuan itu tidak ada dapat kita lihat di dalam masyarakat.
Paratai-partai politik yang terdapat di Indonesia sangatlah banyak,
partai-partai itu saling berebut untuk mendapatkan posisi yang paling tinggi
dengan cara apapun, dari sini bisa memicu suatu perkelahian massa yang sangat
banyak. Misalnya satu partai melaksanakan kampanye disuatu daerah, kemudian di
daerah tersebut pendukung partai ini bisa dikatakan hanya sepertiga dari
masyarakat di daerah itu, maka bila ada pendukung partai itu melakukan suatu
kegiatan yang dipandang oleh masyarakat sangat tidak menyenangkan maka akan
terjadi perkelahian massa yang akan menimbulkan korban.
Tidak hanya itu
saja sifat kedaerahan yang kita anut juga sebenarnya adalah penyebab dari tidak
terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa di dalam diri kita.
Kita hanya selalu membanggakan daerah kita masing-masing, selalu hanya membela
daerah kita apabila ada masalah, tapi apabila negara kita dalam masalah kita
hanya bisa mengatakan bahwa itu urusan pemerintah, ini yang salah pada diri
kita, urusan negara bukan hanya urusan pemerintah tetapi juga merupakan
tanggung jawab kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia.
Dari
uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nasionalisme yang baik, akan
mewujudkan integrasi nasional yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
2.
Upaya Meningkatkan Nasionalisme dan Integrasi
Nasional
a.
Meningkatkan nasionalisme.
Meningkatkan
nasionalisme dengan antisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai
nasionalisme. Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi
terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu:
1)
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh,
misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2)
Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai
Pancasila dengan sebaik-baiknya.
3)
Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan
sebaik- baiknya.
4)
Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan
menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5)
Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang
politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
b.
Meningkatkan integrasi nasional secara vertical
(pemerintah dengan masyarakat).
Cara-cara yang dapat ditempuh
adalah:
1)
Menerapkan rezim terbaikk bagi Indonesia Ramlan Surbakti
(1999: 32),
Yaitu rezim yang
sebagaiman terdapat dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dimana dalam UUD 1945
dinyatakan 4 tujuan negara yaitu: melindungi seluruh golongan masyarakat dan
seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, dan ikut serta menciptakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, keadilan dan perdamaian abadi, dan Pancasila sebagai sumber
filsafat negara yaitu: Ketuhanann Yang
Mahaesa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmah ebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tujuan ini
dipandang maksimal jika rezim didukung secara struktural dengan bentuk dan
susunan negara (negara republic dan kesatuan), karena struktur pemerintahan
cenderung bersifat pembagian kekuasaan daripada pemisahan kekuasaan, dan
jaminan atas hak-hak warga negara, seperti menyampaikan pendapat, berasosiasi,
beragama, dan kesejahteraan.
2)
Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk
selalu membangun konsensus.
Kompromi dan
kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan
budaya yang demikian itu, bagi Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan.
Tentunya, penghormatan dan pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi
sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak boleh diabaikan. Yang kita
tuju adalah harmoni dan hubungan simetris, dan bukan hegemoni. Karena itu,
premis yang mengatakan “The minority has its say, the majority has its way”
harus kita pahami secara arif dan kontekstual.
3)
Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret
Tegas dan tepat
dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan
semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah, desentralisasi,
keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris mayoritas-minoritas, perlindungan
kaum minoritas, permberdayaan putra daerah, dan lain-lain pengaturan yang
sejenis amat diperlukan. Disisi lain undang-undang dan perangkat regulasi lain
yang lebih tegas agar gerakan sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara,
dan kejahatan yang berbau SARA tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat
kita rumuskan dengan jelas.
4)
Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional
Dalam hal,
memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini,
baik formal maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian tinggi
serta upaya sungguh-sungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi
nasional. Kesalahan yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi
objektif dari kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah
itu “bermimpi” tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita kurang
tertarik untuk membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita lakukan.
Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor penentu yang
bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan integrasi
nasional.
5)
Meningkatkan Intergrasi wilayah Ramlan Surbakti
(1999:53),
Dengan membentuk
kewenangan nasional pusat terhadap wilayah atau daerah politik yang lebih
kecil. Indonesia membentuk konsep wilayah yang jelas dalam arti wilayah yang
meliputi darat, laut, udara, dan isinya degan ukuran tertentu. Maupun dengan
aparat pemerintah dan sarana kekuasaan untuk menjaga danmempertahankan
kedaulatan wilayah dari penetrasi luar. Nmun, kenyataannya masih banyak wilayah
Indonesia yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, sehingga
seringkali diaku oleh Negara lain.
3.
Meningkatkan integrasi nasional secara
horizontal antar masyarakat Indonesia yang plural.
Cara-cara yang dapat ditempuh
adalah:
a.
Membangun dan menghidupkan terus komitmen,
kesadaran, dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia
untuk menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah
Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas pemberontakan
dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan alam pikiran
bangsa Indonesia.
b.
Membangun kelembagaan (pranata) di masyarakat
yang berakarkan pada nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan
bangsa tidak memandang perbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan
perbedaan-perbedaan lainnya yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Menyuburkan integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi
juga kultural. Pranata di masyarakat kelak harus mampu membangun mekanisme
peleraian konflikk (conflict management) guna mencegah kecenderungan
langkah-langkah yang represif untuk menyelesaikan konflik.
c.
Meningkatkan integrasi bangsa Ramlan Surbakti
(1999: 52), adalah penyatuan berbagai kelompok sosial budaya dalam
satu-kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional. Diandaikan,
masyarakat itu berupa masyarakat majemuk yang meliputi berbagi suku bangsa,
ras, dan agama. Di Indoonesia integrasi bangsa diwujudkan dengan a) penghapusan
sifat kultural utama dari kelompok minoritas dengan mengembangkan semacam
kebudayaan nasional biasanya kebudayaan suku bangsa yang dominan, atau b)
dengan pembentukan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok
kecil. Negara Indonesia menempuh cara b ini, yakni menangani masalah integrasi
bangsa dengan kebudayaan nasional yang dilukiskan sebagai puncak-puncak (hal
yang terbaik) dari kebudayaan daerah, tetapi tanpa menghilangkan (bahkan
mengembangkan) kebudayaan daerah.
d. Mengembangkan
perilaku integratif di Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 55), dengan upaya bekerja sama dalam organisasi
dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu pencapaian tujuan
organisasi. Kemampuan individu, kekhasan kelompok, dan perbedaaan pendapat
bahkan persaingan sekalipun tidak perlu dipertentangkan dengan kesediaan
bekerja sama yang baik. Perilaku integrative dapat diwujudkan dengan mental
menghargai akan perbedaan, saling tenggang rasa, gotong royong, kebersamaan,
dan lain-lain.
e.
Meningkatkan integrasi nilai di antara masyarakat.
Integrasi nilai Ramlan Surbakti (1999: 54), adalah persetujuan bersama mengenai
tujuan-tujuan dalam prinsip dasar politik, dan prosedur-prosedur lainnya,
dengan kata lain integrasi nilai adalah penciptaan suatu system nilai (ideology
nasional) yang dipandang ideal, baik dan adil dengan berbagi kelompk
masyarakat. Integrasi nilai Indonesia ada dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai
system nilai bersama.
B.
Deriasi Konsep Nasilonalisme Indonesia
Negara-bangsa
Menurut pasal 1 UUD 1945 dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik.Republik merupakan bentuk negara kesatuan
Indonesia yaitu :suatu bentuk pemerintahan yang bersifat antihesis monarki dan
kepala seorang raja dan dengan system pemilihan umum untuk menduduki jabatan politiknya.
Selain bentuk dan
kedaulatan negara konstitusi UUD 1945 juga memuat ketentuan-ketentuan tentang
kelengkapan negara yang terdiri dari dasar lembaga legislatif, ksekutif dan
yudikatif pemerintah daerah.
Warga negaraUUD
1945 menentukan bahwa yang menjadi warga negara Indonesia adalah
orang-orangIndonesia asli dan orang-orang bangsa lain disahkan dengan UU
sebagai warga negara. Ada perbedaan konsepsi antar warga negara dan penduduk
yaitu : bahwa penduduk adalah warganegara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
Dasar Negara
Pancasila, setelah Indonesia merdeka terjadi perdebatan serius tentang dasar
negara Indonesia. Perdebatan ini terjadi tentang dasar negara antar kelompok
Islam yang mengehndaki Islam sebagai dasar negara dan golongan nasionalis.
Perbedatan akhirnya menghasilkan sebuahkompromi yakni BPUPKI, bersepakat
menghasilkan sebuah mukadimah. Pada tanggal 22Juni 1945 kesepakatan ini
ditandatangani sehingga dokumen tersebut dikenal dengan PiagamJakarta (Jakarta
Charter) setelah kemerdekaan kesepakatan ini dipersoalkan bahwa orang-orang
Kristen yang sebagian besar berada di wilayah Timur menyatakan tidak bersedia
bergabung dengan RI kecuali jika beberapa unsur dalam Piagam Jakarta di
hapuskan, akhirnya dasar idology dan konstitusi negara akhirnya kelompok Islam
sepakat menghapuskan unsur-unsur Islam yang telah mereka rumuskan dalam Piagam
Jakarta. Sejak diterimanya usul tersebut dan ditetapkan UUD 1945 sebagai UUD
negara RI. Sejak peristiwaitu maka dasar negara Indonesia yang berkedaulatan
rakyat adalah Pancasila dan kelimasilanya.
C.
Paham Nasionalisme Atau Paham Kebangsaan
Dalam
perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk
yang lebih kompleks dan rumit. Hal ini dimulai dari timbulnya kesadaran untuk
menentukan nasib sendiri. Bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme, misalnya
Indonesia, lahir semangat untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa
depannya sendiri. Dalam situasi perjuangan kemerdekaan dan tuntutan terhadap
penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama
bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konteks paham
ideology kebangsaan yangbiasa disebut dengan nasionalisme. Dari sinilah
kemudian lahir konsep-konsep lain seperti bangsa(nation), negara(state), dan
gabungan keduanya yang menjadi konep negara bangsa(nation-state) sebagai
komponen-komponen yang membentuk Identitas Nasional atau kebangsaan.
Paham
nasionalisme atau paham kebangsaan terbukti sangat efektif sebagai alat
perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial. Semangat
nasionalisme dipakai sebagai metode perlawanan secara efektif oleh para
penganutnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Larry Diamond dan Mars F.
Planttner, bahwa para penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas
menggunakan retronika antikolonialisme dan antiimperialis. para penganut
nasionalisme tersebut berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki
dapat diwujudkn dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam
bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation)..
Nasionalisme
adalah paham yang pada mulanya merupakan unsur-unsur pokok nasionalisme yang
terdiri atas keturunan, suku bangsa, tempat tinggal, agama, bahasa, dan budaya,
kemudian berubah dengan masuknya 2 unsur yaitu persamaan hak bagi setiap orang
untuk memegang persamaan dalam masyarakatnya serta adanya persamaan
kepentingan.
Aspek mendasar
timbulnya nasionalisme adalah aspek sejarah. Melalui aspek sejarah, suatu
bangsa memiliki rasa senasib sepenanggungan serta harapan untuk menggapai masa
depan yang lebih baik. Dengan demikian nasionalisme adalah sikap politik dan
sikap social suatu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan budaya, wilayah,
tujuan, dan cita-cita.
Nasionalisme
sebagai suatu peristiwa sejarah, selalu bersifat kontekstual, sehingga
nasionalisme di suatu daerah dengan daerah lain atau antarzaman tidaklah sama.
Gerakan nasionalisme yang mulanya lebih menekankan pada kesetiaan dan menjaga
keutuhan negara, dapat berkembang menjadi sikap yang untuk menguasai wilayah
lain.
Munculnya paham
kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi politik decade pertama
abad ke-20. Pada waktu itu, semangat menentang kolonialisme Belanda mulai
bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk kemerdekaan menjadi
semangat umum di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Soekarno mengungkapkan
keyakinan watak nasionalisme yang penuh nilai-nilai kebangsaan, juga meyakinkan
pihak-pihak yang berseberangan pndangan bahwa kelompok nasional dapat bekerja
sama dengan kelompok manapun, baik kelompok islam maupun marxis.
D.
Integrasi Nasionalisme dan Hubungannya Dengan
Otoda (Desentralisasi)
1.
Pengantar
Dalam era Otonomi
Daerah yang mulai dilaksanakan oleh daerah-daerah di dalam Negara kesatuan
Republik Indonesia, tampaknya nasionalisme menjadi urgen untuk diperbincangkan
kembali. Mengapa? Apakah semangat nasionalisme bangsa Indonesia mulai diragukan
makna dan hakekatnya? Apakah semangat nasionalisme bangsa Indonesia sudah
luntur? Apakah memang perlu mendengungkan kembali dan mendarahdagingkan kembali
semangat nasionalisme untuk kepentingan nasional atau kepentingan daerah?
Banyak pertanyaan yang meletup dalam hati kita, bahwa kondisi sosial, ekonomi,
politik, hukum, budaya, dan hankam bangsa Indonesia yang sedang “sakit” ini,
membutuhkan kearifan berpikir, bertindak, dan berbangsa dalam koridor keutuhan
bangsa Indonesia.
Segala sesuatu
yang terjadi pada akhir-akhir ini, merupakan sebuah paradoks yang luar biasa
dalam kehidupan bangsa. Berlakunya UU Otonomi Daerah tidak bisa dilepaskan
dengan konteksnya. Ketidakadilan antara Pusat dan Daerah dan tuntutan Daerah
untuk bisa mengelola assetnya sendiri merupakan kenyataan kontemporer bangsa
Indonesia saat ini. Sementara itu, bangsa dan negara Indonesia yang masih
mengalami krisis multisegi yang berkepanjangan ini, masih harus menghadapi
berbagai gejolak dan goncangan pergolakan sosial dalam bentuk kerusuhan dan
kekerasan masyarakat yang cenderung menjurus ke arah terjadinya disorganisasi
sosial dan disintegrasi masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk ini.
Tantangan disorganisasi sosial dan disintegrasi bangsa semakin terasa ketika
situasi konflik semakin meningkat dalam bentuk benturan sosial dengan aksi
kekerasan yang bersifat brutal dan destruktif disertai isu-isu konflik
bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan).
Sementara itu,
dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Otonomi daerah ternyata banyak
menimbulkan masalah dan gesekan-gesekan berbagai kepentingan baik kepentingan
daerah itu sendiri, antar daerah, maupun antaradaerah dengan pusat. Masalahnya
menjadi kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara sembarangan pula.
Otonomiitu sendiri sebenarnya bukan merupakan barang baru, namun masih juga
dipahami secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan.
Hal ini
menunjukkan bahwa Otonomi Daerah merupakan hal yang selalu manarik dan aktual
di Indonesia. Mengapa? Pertama,
Indonesia adalah Negara Kesatuan, sehingga sebagai Negara Kesatuan,bangsa
Indonesia harus terus menerus berupaya memperkokoh integrasi nasional. Dari
sudut ini, perbincangan tentang Otonomi Daerah akan memperlihatkan adanya dua
mainstream di dalam masyarakat. Pada satu pihak menganggap bahwa Otonomi Daerah
merupakan ancaman terhadap integrasi nasional dan pada pihak lain justru
berpendapat sebaliknya. Kedua, negara Indonesia masih berada pada tahap
membangun (negaraberkembang) yang potensi sumber daya alam dan manusianya belum
terkelola secara optimal. Padahal, keotonomian suatu daerah sangat ditentukan
oleh sumber dana dan kemampuan manajerial daerah tersebut. Sumber dana sangat
bergantung pada SDA dan kemampuan manajerial sangat bergantung pada SDM.
Ketiga, negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dari segi geografis
mempunyai kepadatan penduduk dan SDA yang berbeda-beda pula. Selain itu masalah
hubungan antar elite politik secara horisontal maupun vertikal, masalah pengelolaan
sumber daya daerah, masalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan
masalah penataan organisasi pemerintah daerah merupakan hal yang akan muncul
secara terus menerus dan membutuhkan kesiapan daerah untuk memanajnya. Jadi,
sampai sekarang pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia masih menjadi masalah
nasional.
Berbagai
perdebatan sekitar otonomi daerah pun banyak bermunculan. Antara otonomi atau
federasi merupakan perdebatan tajam tentang usaha menata kembali negara
Indonesia setelah reformasi ini. Namun demikian, terlepas dari perdebatan
tersebut, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah disahkan dan
telah diberlakukan. Ini berarti, menjadi hal yang kurang bijak apabila kita
selalu mempertajam debat tentang “otonomi atau federasi”. Yang lebih penting
adalah bagaimana menyikapi UU tersebut dalam konteks perkembangan Negara
sekarang ini agar dalam pelaksanaannya tidak memunculkan permasalahan yang
ujung-ujungnya justru memperkuat disintegrasi bangsa Indonesia. Salah satu upaya
untuk mengaplikasikan Pemerintahan Daerah sekarang adalah dengan menyadari
pentingnya dan melaksanakan nasionalisme.
Paper ini akan
berusaha mengungkapkan aspek nasionalisme dalam pelaksanaan Pemerintahan di
Daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sudah barang tentu
untuk membahas masalah ini juga akan dipaparkan setting historis secara singkat
Otonomi Daerah dan nasionalisme itu sendiri.
2.
Tinjauan Historis Pembangunan Daerah / Otonomi
Daerah
Sebenarnya,
otonomi daerah merupakan sebuah kenyataan sejarah yang sejak dahulu telah ada
pada bangsa Indonesia. Semasa Kerajaan Mataram misalnya, dalam konsep kekuasaan
Jawa (Moedjanto, 1987), pemerintahan raja sebenarnya merupakan hubungan yang
hirarkis antara satuan-satuan kekuasaan yang berdiri sendiri, sangat otonom,
dan dapat mencukupi kebutuhan sendiri, yang secara vertikal dihubungkan oleh
ikatan-ikatan perorangan di antara beberapa pemegang kekuasaan/ bupati
Pada masa
kolonial, pemikiran tentang otonomi pun dipandang penting untuk melangsungkan
eksploitasi kolonial. Politik Kolonial Belanda yang bertolak dari anggapan
bahwa desa adalah tulang punggung ketentraman dan ketertiban hendak
mempertahankan otonomi desa dengan segala konsekuensinya. Pada prinsipnya,
fungsi-fungsi yang bersifat nasional berada di tangan Pemerintah Pusat antara
lain fungsi keamanan,moneter, hubungan luar negeri. Fungsi-sungsi yang bersifat
lokal diserahkan kepada daerah.
ertumbuhan nasionalisme
setelah tahun 1906 membawa perubahan iklim pemikiran. Sejak tahun 1915 isu
mengenai otonomi semakin berkumandang. UU Desentralisasi 1903 kemudian
direformasi denganWet op de Bestuur Hervorming
1922 dengan tujuan untuk memberikan jaminan mengenai otonomi dan
partisipasi kepada penduduk pribumi dalam pelaksanaan tugas tugas pemerintahan
seperti dimiliki penduduk Eropa. Dengan UU ini regentschap dan
groepsgemeenschapmerupakan daerah otonom bercorak pedesaan, sedangkan
stadsgemeente merupakan daerah otonom yang bercorak perkotaan. Kedudukan
gewest, district, dan onderdistrictsebagai daerah administratif.
Pemerintah Orde
Baru membakukan pendekatannya terhadap realisasi otonomi daerah melalui UU No.
5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah dengan menyebut bahwa otonomi lebih
merupakan kewajiban daripada hak, sehingga kontrol Pemerintah Pusat terhadap
daerah menjadi amat ketat. Proses desentralisasi dalam rangka otonomi
kenyataannya justru mengalami kemandegan sejak diberlakukannya UU No.4 tahun 1974
itu. Pelaksanaan dekonsentrasi menjadi dominan dan hampir semua pembangunan
direncanakan oleh Pemerintah Pusat dengan Bappenasnya, pembiayaan ditentukan
oleh Pusat, pelaksananya Kepala Daerah yang sekaligus menjabat sebagai
Gubernur, Bupati/ Walikota sebagai penguasa tunggal di daerahnya.
3.
Nasionalisme dalam Konteks Negara Bangsa
Munurut Hans Kohn
(1984), nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Perasaan sangat
mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan
tradisi setempat, dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di
sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi baru pada
akhir abad XVIII, nasionalisme menjadi suatu perasaan yang diakui secara umum.
Nasionalisme itu makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk semua segi
kehidupan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi.
Dalam
perkembangannya nasionalisme itu tidak lepas dari konteks sejarahnya. Oleh
karena itu ingatan kolektif suatu bangsa yang berasal dari ingatan kolektif
lokal sangat berperan dalam membentuk nasionalisme. Bagi bangsa Indonesia,
nasionalisme yang berkembang mempunyai dua sifat kesamaan, yaitu faktor
solidaritas atas persatuan Indonesia yang menjembatani berbagai macam perbedaan
daerah dan mempunyai unsur konflik (penentangan) terhadap kelompok-kelompok
sosial tertentu yang dirasakan asing dan aneh. Kaum nasionalis menggerakkan
kekuatannya terhadap dua hal, yaitu terhadap dominasi kekuasaan kolonial dan
terhadap penguasa tradisional yang sangat feodalistis.
Nasionalisme
tidak bisa dilepaskan dengan demokrasi karena keduanya menunjukkan adanya
“benang merah” bahwa nasionalisme dan demokrasi merupakan kristalisasi dan
institusionalisasi dari tahap lanjut perkembangan kehidupan manusia dalam
bidang intelektual, ekonomi, dan politik. Jadi, wajah nasionalisme yang akan
muncul banyak dipengaruhi oleh kinerja pemerintah yang sedang berkuasa dan
kondisi rakyat sendiri. Nasionalisme bias menjelma menjadi konflik, gerakan
protes, dan berbagai bentuk penentangan. Faktor pemicu yang paling efektif
terhadap perubahan itu adalah munculnya ketidakadilan.
Sementara itu,
dalam perkembangan sebuah bangsa, nasionalisme menjadi dasar dan kekuatan suatu
bangsa dalam membangun negara dan bangsanya. Istilah ini sering disebut
sebagai Nation Building. Nation buildingpada prinsipnya merupakan
sebuah proses terus-menerus menuju terciptanya sebuah negara dalam melaksanakan
tugas-tugasnya atas dasar ideologinya. Dengan kata lain, nation
buildingmerupakan proses pembentukan kesatuan bangsa yang utuh. Sementara itu,
nation sendiri menunjuk pada suatu komunitas sebagai kesatuan kehidupan bersama
yang mencakup berbagai unsur yang berbeda dalam aspek etnik, kelas atau
golongan sosial, aliran kepercayaan, kebudayaan, linguistik, dan sebagainya.
Kesemuanya terintegrasikan dalam perkembangan historis sebagai kesatuan sistem
politik berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan bersama.
Heterogenitas dalam berbagai segi kehidupan, unsur-unsurnya digembleng menjadi
suatu homogenitas politik dan lazimnya terwujud sebagai negara nasional. Negara
nasional itu sendiri menjadi wahana yang berfungsi untuk adaptasi,
mempertahankan kesatuannya, memperkokoh proses integrasinya serta mencapai
tujuan eksistensinya.
Setelah
kemerdekaan Indonesia, nasionalisme tetap berfungsi dalam nation building.
Dalam proses itu, kebudayaan nasional, kepribadian dan identitas nasional,
kesadaran nasional semuanya perlu dibudayakan. Untuk keperluan itu diperlukan
upaya-upaya untuk menimbulkan kesadaran nasional serta memantapkan simbol
identitasnya. Demikian halnya setelah pengakuan
Kedaulatan
Indonesia, proses nation building bergulir untuk terus menerus menciptakan
Indonesia yang utuh. Penolakan terhadap federasi, pertentangan ideologi
Pancasila versus Komunisme dan kemudian masalah posisi militer dalam kehidupan
negara merupakan bagian dari proses nation building tersebut. Itulah sebabnya
dalam proses tersebut haruslah tidak boleh melupakan, apalagi meninggalkan
unsur-unsur dinamika lokal.
Di Indonesia,
nasionalisme berkembang melalui Pergerakan Nasional atau gerakan sosial yang
mampu menciptakan arena politik selaku medium komunikasi bagi kaum terpelajar.
Fungsi utamanya adalah mengintegrasikan kaum elite politik. Itulah sebabnya
sebagian warga kota, massa rakyat kecil di kota-kota dan pedesan berjalan
lambat, sehingga sampai kini proses demokratisasi terus menerus perlu
diusahakan. Dengan demikian nasionalisme masih perlu dilembagakan di kalangan
rakyat melalui segala macam wahana sistem politik negara nasional sehingga
mampu menciptakan kultur politik beserta demokrasinya sesuai dengan ideologi
nasional Pancasila.
E.
Nasionalisme dalam Otonomi dan Pembangunan
Daerah
Otonomi pada dasarnya
adalah sebuah konsep politik, yang selalu dikaitkan atau disepadankan dengan
pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia
menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri
sendiri, dan berjalan berdasarka kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri.
Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini adalah bahwa dengan kebebasan
dan kemandirian tersebut, maka suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki
kewenangan (authority) atau kekuasaan (power) dalam penyelenggaraan
pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya
sendiri. Namun demikian, dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, satu prinsip yang
harus dipegang olehbangsa Indonesia adalah bahwa aplikasi otonomi daerah tetap
berada dalam konteks persatuandan kesatuan nasional Indonesia. Otonomi tidak
ditujukan untuk kepentingan pemisahan suatu daerah untuk bisa melepaskan diri
dari Negara Kesatuan RI.
Sekarang
bagaimana nasionalisme berperan dalam pembangunan daerah? Apabila dijabarkan
prinsip-prinsip dasar nasionalisme, maka dapat disebutkan antara lain: 1) cinta
kepada tanah air; 2) Kesatuan; 3) dapat bekerjasama; 4) demokrasi dan
persamaan; 5) kepribadian; dan 6) Prestasi. (Kartodirdjo, 1999: 15) Bagi bangsa
Indonesia, prinsip-prinsip dasar nasionalisme tersebut tercermin dalam semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in diversity). Dalam setiap pembangunan di
daerah, nasionalisme akan tetap terjaga apabila keenam prinsip tersebut selalu
dilaksanakan dan diamalkan.
Memang,
nasionalisme sebagai rujukan untuk membangun jauh lebih sulit diwujudkan.
Diperlukan pemikiran yang konstruktif dan kemampuan strategis untuk menggunakan
sumberdaya untuk mencapai sasaran-sasaran berjangka panjang sambil
menyelesaikan masalah-masalah berjangka pendek, sambil menetralisasi dampak
negative dari nasionalisme dan demokrasi sebagai gerakan yang destruktif.
Cinta tanah air
meletakkan setiap proses pembangunan untuk kepentingan bangsa dan negara
bukangolongan apalagi individu. Adapun prinsip kesatuan diaplikasikan dalam
bentuk- bentuk pembangunan yang mengutamakan kebersamaan dalam demi keutuhan
NKRI dengan memperhatikan keanekaragaman sifat pluralistic dari bangsa
Indonesia. Artinya, setiap pembangunan di daerah tidak hanya diperuntukkan dan
harus dilaksanakan oleh orang “asli” daerah itu saja.
Selanjutnya
apabila kita lihat UU No. 22/ 1999 maka kita bisa menjabarkan pokok-pokok
nasionalisme yang perlu diperhatikan oleh setiap daerah dalam melaksanakan
pembangunan sebagai pencerminan kedaulatan negara dan pokok-pokok otonomi
sebagai pencerminan kedaulatan rakyat. Pokok-pokok kedaulatan negara dalam UU
tersebut dapat kita lihat pada:
1.
Pasal 7 ayat 2 : Kewenangan bidang lain…meliputi
kebijakan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan nasional secara macro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi dn standardisasi nasional.
2.
Pasal 22: DPRD berkewajiban:
a. mempertahankan
dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan RI
b. mengamalkan
Pancasila dan UUD 1945, serta menaati segala peraturan perundang undangan
3.
Pasal 31 ayat 1: Kepala Daerah Propinsi disebut
Gubernur yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil pemerintah.
4.
Pasal 43 : Kepala Daerah mempunyai kewajiban:
a. mempertahankan
dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
b. memegang
teguh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
Adapun pokok-pokok tentang
kedaulatan rakyat dapat kita lihat pada:
1.
Pasal 1
poin h: Otonomi
Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan perundang-undangan.
2.
Pasal 4
ayat 2:
Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing berdiri sendiri
dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.
3.
Pasal 7
ayat 1:
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
4.
Pasal 22:
a. membina
demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
b. meningkatkan
kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi ekonomi
c. memperhatikan
dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta
memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.
5.
Pasal 43:Kapala Daerah mempunyai kewajiban:
a. menghormati
kedaulatan rakyat
b. menegakkan
seluruh peraturan perundang-undangan
c. meningkatkan
taraf kesejahteraan rakyat
d. memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat
Prinsip ketiga
dari nasionalisme adalah dapat bekerjasama. Ini berarti bahwa dalam setiap
proses pembangunan di daerah perlu dibudayakan kerjasama baik interen subjek
pembangunan di dalam daerah maupun antar daerah. Setiap daerah otonom perlu
membuka alternatif kerjasama antara satu dengan lainnya, perlu menjembatani
berbagai kepentingan antara rakyat dari daerah satu dengan daerah lain, dan
sebagainya
Dalam Pembangunan
Daerah perlu ditekankan adanya: prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah, dalam pelaksanaannya. Jangan sampai pembangunan di
daerah meninggalkan peran serta masyarakat, apalagi mengorbankan mereka.
Sejarah masa lalu membuktikan bahwa krisis multisegi bangsa Indonesia saat ini
sebenarnya bukan terletak pada melemahnya nasionalisme, tetapi karena
terjadinya proses ketidakadilan struktural dalam sistem masyarakat Indonesia.
Musuh utama nasionalisme dalam pembangunan yang berkembang saat ini adalah
banditisme modern struktural; ideology pemaksaan dan manipulasi kekuasaan yang
kolutif oleh beberapa elite terhadap massa rakyat
Salah satu hal
yang penting tetapi selalu dianggap remeh dan disepelekan adalah pentingnya
wawasan sejarah dalam pembangunan daerah. Wawasan sejarah akan menjelaskan
nasionalisme bangsa, dan nasionalisme akan mengarahkan pembangunan. Dalam
konteks ini, pemahaman terhadap sejarah lokal sangat penting bagi proses
pembangunan daerah.
Berdasarkan
bidang yang menjadi “bintang” itu, sesungghnya setiap daerah membutuhkan
pemahaman terhadap bidang-bidang tersebut dengan pendekatan historis. Mengapa?
Karena penentuan langkah dan kebijakan dalam menggarap bidang tidak bisa
dilepaskan dengan akar sejarahnya. Pada dasarnya setiap bidang yang akan dikembangkan
itu mempunyai problematikanya sendiri. Problematika itu tidak lain merupakan
produk masa lampaunya. Oleh karena itu untuk bisa menjawab berbagai persoalan
yang berkembang sekarang, maka kajian historis sangat penting. Jadi setiap
bidang membutuhkan analisis dan kajian sejarah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ciri-ciri nasionalisme dapat
ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagaiberikut:
1. Nasionalisme
ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
2. Nasionalisme
ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa.
3. Nasionalisme
ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur,
kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang
kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4. Nasionalisme
adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan
bangsa demi bangsa itu sendiri.
Langkah- langkah untuk
mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara
lain yaitu:
1) Menumbuhkan semangat nasionalisme yang
tangguh, misal semangat mencintai produk
dalam negeri.
2) Menanamkan
dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
3) Menanamkan
dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4) Mewujudkan
supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya
dan seadil- adilnya.
5) Selektif
terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial
budaya bangsa.
B.
Saran
Nasionalisme
merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia
masih ada. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan
kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan
terhadap pihak lain, baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam
masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku,
agama, maupun ras. Oleh karena itu, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
membantu kita terkhususnya pemakalah agar tetap berjiwa nasionalisme.
Sumber: http://anchubahri.blogspot.co.id/2015/05/makalah-nasionalisme-bangsa-indonesia.html
Editor: MID group.
0 Komentar