Ad Code

Nasionalisme Bangsa Indonesia



Makalah Nasionalisme Bangsa Indonesia

MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGWNEGARAAN

"NASIONALISME BANGSA INDONESIA"



KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami “NASIONALISME BANGSA INDONESIA”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini memuat tengtang bagaimana kita mengenal perkembangan nasionalisme yang ada di Indonesia. Materi yang terdapat dalam makalah ini  disusun dari berbagai sumber pustaka seperti yang  terlihat pada daftar pustaka. Pada dasarnya makalah ini digunakan sebagai bahan ajaran bagi mahasiswa.
Karena keterbatasan waktu dan pengetahuan dalam penyusunan, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan atau kesalahan didalamnya baik dari segi isi maupun bahasa. Semoga segala aktivitas keseharian kita mendapat berkah dari Allah SWT dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Indonesia telah dijajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII, namun kesadaran nasional sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Kesadaran itu muncul sebagai akibat dari sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial. Karena, melalui pendidikanlah muncul kelompok terpelajar atau intelektual yang menjadi motor penggerak nasionalisme Indonesia. Melalui tangan merekalah, perjuangan bangsa Indonesia di dalam membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat memasuki babak baru. Inilah yang kemudian dikenal dengan periode pergerakan nasional. Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan perlawanan bersenjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern.
Kondisi itulah yang mampu memompa harga diri bangsa untuk bersatu, bebas, dan merdeka dari penjajahan. Meskipun begitu, harus diakui bahwa munculnya kesadaran berbangsa itu juga merupakan dampak tidak langsung dari perluasan kolonialisme. Oleh karena itu, para mahasiswa yang menjadi penggerak utama nasionalisme Indonesia bisa disebut sebagai tokoh penggerak dari masyarakat.
Sedang faktor yang berasal dari luar negeri antara lain kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1905 yang mampu mengangkat rasa percaya diri bahwa bangsa berwarna bisa mengalahkan bangsa kulit putih, lahirnya nasionalisme di kawasan Asia dan Afrika yang berhasil membentuk negara-negara baru, serta beberapa prinsip dari Woodrow Wilson yang termuat dalam Wilson 14 points. Semua nilai-nilai yang berasal dari luar itu berhasil diserap oleh para tokoh pelajar intelektual kita yang sedang belajar di luar negeri.
Nasionalisme Indonesia muncul sebagai reaksi dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh adanya kolonialisme. Oleh karena itu, gerakan nasionalisme pada awal abad XX tidak bisa dipisahkan dari praktik kolonialisme sebab keduanya merupakan hubungan sebab akibat. Hanya saja, pada tahap awal nasionalisme berkembang pada tingkat elite yaitu kelompok bangsawan terpelajar.

B.      Rumusan Masalah
1.       Bagaimanakah perkembangan nasionalisme yang ada di Indonesia?
2.       Bagaimanakah prasyarat integrasi, derivasi, paham kebangsaan, dan desentralisasi nasionalisme yang ada di Indonesia?

C.      Tujuan
1.       Dapat mengetahui perkembangan nasionalisme yang ada di Indonesia.
2.       Dapat mengetahui prasyarat, derivasi, paham kebangsaan, dan desentralisasi nasionalisme yang ada di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Nasionalisme

1.       Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.Arti lain dari Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Menurut Ernest Gellner (1983) nasionalisme adalah prinsip politik, yang berarti bahwa satuan nation harus sejalan dengan satuan politik.
Demikian juga ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagai berikut:
a.       Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
b.      Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise    bangsa.
c.       Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
d.      Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.
Nasionalisme tersebut berkembang terus memasuki abad 20 dengan kekuatan-kekuatan berikut: :
a)      Keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat;
b)      Perluasan kekuasan negara kebangsaan;
c)       Pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan
d)      Konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional.
Kini nasionalisme mengacu ke kesatuan, keseragam-an, keserasian, kemandirian dan agresivitas. (Boyd C. Shafer, 1955, hal. 168).
Spanyol sebagian besar nasionalisme dibangun atas kekuasaan monarik-monarki yang kuat, sedangkan di Eropa Tengah dan Eropa Timur nasionalisme terutama dibentuk atas dasar-dasar nonpolitis yang kemudian dibelokkan ke nation-state yang sifatnya politis juga. Namun banyak sarjana berpendapat bahwa nasionalisme mendapat bentuk yang paling jelas untuk pertama kali pada pertengahan kedua abad ke-18 dalam wujud revolusi besar Perancis dan Amerika Utara.

Integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Lagi pula Wertheim juga menegaskan bahwa faktor-faktor seperti perubahan ekonomi, perubahan sistem status, urbanisasi, reformasi agama Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada reaksi aktif nasionalisme Indonesia. Faktor-faktor tersebut telah diuraikan secara panjang lebar dalam bab-bab buku karangannya yang berjudul : Indonesian Society in Transision: A Study of Social Change(1956).
Selama ini nasionalisme Indonesia menunjukkan identitasnya pada derajat integrasi tertentu. Nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri selama pendukungnya yaitu bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging, artinya memiliki nilai-nilai baru yang disepakati bersama. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras.
Hal-hal yang mendorong munculnya faham nasionalisme , antara lain:
a)      Adanya campur tangan bangsa lain misalnya penjajahan dalam wilayahnya.
b)      Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan absolut, agar manusia mendapatkan hak – haknya secara wajar sebagai warga negara.
c)       Adanya ikatan rasa senasib dan seperjuangan.
d)      Bertempat tinggal dalam suatu wilayah.
Sejarah munculnya faham nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang kemerdekaan Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di Inggris. Melalui revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia antara lain :
a)      Hasrat untuk mencapai kesatuan
b)      Hasrat untuk mencapai kemerdekaan
c)       Hasrat untuk mencapai keaslian
d)      Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
Elemen-elemen nasionalisme yang paling penting adalah:
a)      Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa.
b)      Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa bersangkutan.
c)       Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.
d)      Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan.
e)      Suatu doktrin dan/atau ideologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus.

2.       Beberapa bentuk nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut.
a)      Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, kehendak rakyat; perwakilan politik. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia Mengenai Kontrak Sosial).
b)      Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat.
c)       Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semula jadi (organik) hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik.
d)      Nasionalisme budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya sifat keturunan seperti warna kulit, ras dan sebagainya.
e)      Nasionalisme kenegaraan adalah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri.
f)       Nasionalisme agama Adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan.
g)      Nasionalisme di Indonesia Memudarnya rasa kebanggaan bagi bangsa selama beberapa tahun belakangan ini, sesungguhnya disulut oleh menguatnya sentimen kedaerahan dan semangat primordialisme pascakrisis. Suatu sikap yang sedikit banyak disebabkan oleh kekecewaan sebagian besar  anggota dan kelompok masyarakat bahwa kesepakatan bersama (contract social) yang mengandung nilai-nilai seperti keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarah  kerap hanya menjadi retorika kosong.
Pemberantasan korupsi terhadap para koruptor kelas kakap dan penegakan hukum  dan keadilan yang sebenarnya sebagai sarana strategis untuk membangkitkan  semangat cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa, tetapi semuanya tampak  bohong belaka. Ini membuat generasi sekarang menjadi gamang terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Sehingga di berbagai daerah muncul gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan daerahnya terhadap negara Indonesia.

Tidak mengherankan semangat solidaritas dan kebersamaan pun terasa semakin  hilang sejak beberapa dekade terakhir. Boleh jadi, penyebab dari memudarnya  rasa nasionalisme ini juga disebabkan oleh karena paradigma tentang bangsa dan  nasionalisme yang kita anut, berjalan di tempat. Nasionalisme Indonesia hanya akan muncul di saat adanya intervensi dari negara lain, seperti Malaysia yang mengaku kebudayaan Indonesia, sementara itu di luar masalah Malaysia tersebut nasionalisme masyarakat Indonesia masih sangat kecil.
D.      Nasionalisme Indonesia Sebagai Prasyarat Integrasi Nasional
1.       Integrasi Nasional di Indonesia
Persatuan dan kesatuan terasa begitu sangat indah. Dilihat dari kata-katanya saja kita bisa membayangkan kehidupan di dalamnya akan sangat penuh dengan kebahagian, ketenangan dan saling bersatu. Inilah yang selalu di dambakan dan diimpikan oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini.
Integrasi nasional yang dimaksud disini adalah kesatuan dan persatuan negara. Melihat keadaan dan kondisi dari Indonesia dewasa ini, integrasi nasional tidak bisa diwujudkan dengan mudah atau seperti membalikkan telapak tangan, ini semua disebabkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
Di dalam kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia sekarang ini, rasa persatuan dan kesatuan Indonesia bisa dikatakan tidak ada, kita lebih mementingkan kepentingan individu dari pada kepentingan bersama sebagai wujud bahwa kita negara yang benar-benar bersatu.
Contohnya bahwa persatuan dan kesatuan itu tidak ada dapat kita lihat di dalam masyarakat. Paratai-partai politik yang terdapat di Indonesia sangatlah banyak, partai-partai itu saling berebut untuk mendapatkan posisi yang paling tinggi dengan cara apapun, dari sini bisa memicu suatu perkelahian massa yang sangat banyak. Misalnya satu partai melaksanakan kampanye disuatu daerah, kemudian di daerah tersebut pendukung partai ini bisa dikatakan hanya sepertiga dari masyarakat di daerah itu, maka bila ada pendukung partai itu melakukan suatu kegiatan yang dipandang oleh masyarakat sangat tidak menyenangkan maka akan terjadi perkelahian massa yang akan menimbulkan korban.
Tidak hanya itu saja sifat kedaerahan yang kita anut juga sebenarnya adalah penyebab dari tidak terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa di dalam diri kita. Kita hanya selalu membanggakan daerah kita masing-masing, selalu hanya membela daerah kita apabila ada masalah, tapi apabila negara kita dalam masalah kita hanya bisa mengatakan bahwa itu urusan pemerintah, ini yang salah pada diri kita, urusan negara bukan hanya urusan pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia.
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nasionalisme yang baik, akan mewujudkan integrasi nasional yang baik pula, begitu juga sebaliknya.

2.       Upaya Meningkatkan Nasionalisme dan Integrasi Nasional

a.       Meningkatkan nasionalisme.
Meningkatkan nasionalisme dengan antisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme. Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu:
1)      Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2)      Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
3)      Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4)      Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5)      Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.

b.      Meningkatkan integrasi nasional secara vertical (pemerintah dengan masyarakat).
Cara-cara yang dapat ditempuh adalah:
1)      Menerapkan rezim terbaikk bagi Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 32),
Yaitu rezim yang sebagaiman terdapat dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dimana dalam UUD 1945 dinyatakan 4 tujuan negara yaitu: melindungi seluruh golongan masyarakat dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan ikut serta menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian abadi, dan Pancasila sebagai sumber filsafat  negara yaitu: Ketuhanann Yang Mahaesa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah ebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tujuan ini dipandang maksimal jika rezim didukung secara struktural dengan bentuk dan susunan negara (negara republic dan kesatuan), karena struktur pemerintahan cenderung bersifat pembagian kekuasaan daripada pemisahan kekuasaan, dan jaminan atas hak-hak warga negara, seperti menyampaikan pendapat, berasosiasi, beragama, dan kesejahteraan.
2)      Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan hubungan simetris, dan bukan hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan “The minority has its say, the majority has its way” harus kita pahami secara arif dan kontekstual.
3)      Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret
Tegas dan tepat dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah, desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris mayoritas-minoritas, perlindungan kaum minoritas, permberdayaan putra daerah, dan lain-lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain undang-undang dan perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas.
4)      Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional
Dalam hal, memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini, baik formal maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian tinggi serta upaya sungguh-sungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi nasional. Kesalahan yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi objektif dari kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah itu “bermimpi” tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita kurang tertarik untuk membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita lakukan. Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan integrasi nasional.
5)      Meningkatkan Intergrasi wilayah Ramlan Surbakti (1999:53),
Dengan membentuk kewenangan nasional pusat terhadap wilayah atau daerah politik yang lebih kecil. Indonesia membentuk konsep wilayah yang jelas dalam arti wilayah yang meliputi darat, laut, udara, dan isinya degan ukuran tertentu. Maupun dengan aparat pemerintah dan sarana kekuasaan untuk menjaga danmempertahankan kedaulatan wilayah dari penetrasi luar. Nmun, kenyataannya masih banyak wilayah Indonesia yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, sehingga seringkali diaku oleh Negara lain.
3.       Meningkatkan integrasi nasional secara horizontal antar masyarakat Indonesia yang plural.
Cara-cara yang dapat ditempuh adalah:
a.       Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan alam pikiran bangsa Indonesia.
b.      Membangun kelembagaan (pranata) di masyarakat yang berakarkan pada nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa tidak memandang perbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan perbedaan-perbedaan lainnya yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Menyuburkan integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi juga kultural. Pranata di masyarakat kelak harus mampu membangun mekanisme peleraian konflikk (conflict management) guna mencegah kecenderungan langkah-langkah yang represif untuk menyelesaikan konflik.
c.       Meningkatkan integrasi bangsa Ramlan Surbakti (1999: 52), adalah penyatuan berbagai kelompok sosial budaya dalam satu-kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional. Diandaikan, masyarakat itu berupa masyarakat majemuk yang meliputi berbagi suku bangsa, ras, dan agama. Di Indoonesia integrasi bangsa diwujudkan dengan a) penghapusan sifat kultural utama dari kelompok minoritas dengan mengembangkan semacam kebudayaan nasional biasanya kebudayaan suku bangsa yang dominan, atau b) dengan pembentukan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok kecil. Negara Indonesia menempuh cara b ini, yakni menangani masalah integrasi bangsa dengan kebudayaan nasional yang dilukiskan sebagai puncak-puncak (hal yang terbaik) dari kebudayaan daerah, tetapi tanpa menghilangkan (bahkan mengembangkan) kebudayaan daerah.
d.      Mengembangkan perilaku integratif di Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 55),  dengan upaya bekerja sama dalam organisasi dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan individu, kekhasan kelompok, dan perbedaaan pendapat bahkan persaingan sekalipun tidak perlu dipertentangkan dengan kesediaan bekerja sama yang baik. Perilaku integrative dapat diwujudkan dengan mental menghargai akan perbedaan, saling tenggang rasa, gotong royong, kebersamaan, dan lain-lain.
e.      Meningkatkan integrasi nilai di antara masyarakat. Integrasi nilai Ramlan Surbakti (1999: 54), adalah persetujuan bersama mengenai tujuan-tujuan dalam prinsip dasar politik, dan prosedur-prosedur lainnya, dengan kata lain integrasi nilai adalah penciptaan suatu system nilai (ideology nasional) yang dipandang ideal, baik dan adil dengan berbagi kelompk masyarakat. Integrasi nilai Indonesia ada dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai system nilai bersama.

B.      Deriasi Konsep Nasilonalisme Indonesia
Negara-bangsa Menurut pasal 1 UUD 1945 dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.Republik merupakan bentuk negara kesatuan Indonesia yaitu :suatu bentuk pemerintahan yang bersifat antihesis monarki dan kepala seorang raja dan dengan system pemilihan umum untuk menduduki jabatan politiknya.
Selain bentuk dan kedaulatan negara konstitusi UUD 1945 juga memuat ketentuan-ketentuan tentang kelengkapan negara yang terdiri dari dasar lembaga legislatif, ksekutif dan yudikatif  pemerintah daerah.
Warga negaraUUD 1945 menentukan bahwa yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orangIndonesia asli dan orang-orang bangsa lain disahkan dengan UU sebagai warga negara. Ada perbedaan konsepsi antar warga negara dan penduduk yaitu : bahwa penduduk adalah warganegara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Dasar Negara Pancasila, setelah Indonesia merdeka terjadi perdebatan serius tentang dasar negara Indonesia. Perdebatan ini terjadi tentang dasar negara antar kelompok Islam yang mengehndaki Islam sebagai dasar negara dan golongan nasionalis. Perbedatan akhirnya menghasilkan sebuahkompromi yakni BPUPKI, bersepakat menghasilkan sebuah mukadimah. Pada tanggal 22Juni 1945 kesepakatan ini ditandatangani sehingga dokumen tersebut dikenal dengan PiagamJakarta (Jakarta Charter) setelah kemerdekaan kesepakatan ini dipersoalkan bahwa orang-orang Kristen yang sebagian besar berada di wilayah Timur menyatakan tidak bersedia bergabung dengan RI kecuali jika beberapa unsur dalam Piagam Jakarta di hapuskan, akhirnya dasar idology dan konstitusi negara akhirnya kelompok Islam sepakat menghapuskan unsur-unsur Islam yang telah mereka rumuskan dalam Piagam Jakarta. Sejak diterimanya usul tersebut dan ditetapkan UUD 1945 sebagai UUD negara RI. Sejak peristiwaitu maka dasar negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat adalah Pancasila dan kelimasilanya.
C.      Paham Nasionalisme Atau Paham Kebangsaan
Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Hal ini dimulai dari timbulnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri. Bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme, misalnya Indonesia, lahir semangat untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Dalam situasi perjuangan kemerdekaan dan tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konteks paham ideology kebangsaan yangbiasa disebut dengan nasionalisme. Dari sinilah kemudian lahir konsep-konsep lain seperti bangsa(nation), negara(state), dan gabungan keduanya yang menjadi konep negara bangsa(nation-state) sebagai komponen-komponen yang membentuk Identitas Nasional atau kebangsaan.
Paham nasionalisme atau paham kebangsaan terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial. Semangat nasionalisme dipakai sebagai metode perlawanan secara efektif oleh para penganutnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Larry Diamond dan Mars F. Planttner, bahwa para penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas menggunakan retronika antikolonialisme dan antiimperialis. para penganut nasionalisme tersebut berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkn dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation)..
Nasionalisme adalah paham yang pada mulanya merupakan unsur-unsur pokok nasionalisme yang terdiri atas keturunan, suku bangsa, tempat tinggal, agama, bahasa, dan budaya, kemudian berubah dengan masuknya 2 unsur yaitu persamaan hak bagi setiap orang untuk memegang persamaan dalam masyarakatnya serta adanya persamaan kepentingan.
Aspek mendasar timbulnya nasionalisme adalah aspek sejarah. Melalui aspek sejarah, suatu bangsa memiliki rasa senasib sepenanggungan serta harapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Dengan demikian nasionalisme adalah sikap politik dan sikap social suatu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan budaya, wilayah, tujuan, dan cita-cita.
Nasionalisme sebagai suatu peristiwa sejarah, selalu bersifat kontekstual, sehingga nasionalisme di suatu daerah dengan daerah lain atau antarzaman tidaklah sama. Gerakan nasionalisme yang mulanya lebih menekankan pada kesetiaan dan menjaga keutuhan negara, dapat berkembang menjadi sikap yang untuk menguasai wilayah lain.
Munculnya paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi politik decade pertama abad ke-20. Pada waktu itu, semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Soekarno mengungkapkan keyakinan watak nasionalisme yang penuh nilai-nilai kebangsaan, juga meyakinkan pihak-pihak yang berseberangan pndangan bahwa kelompok nasional dapat bekerja sama dengan kelompok manapun, baik kelompok islam maupun marxis.

D.      Integrasi Nasionalisme dan Hubungannya Dengan Otoda (Desentralisasi)

1.       Pengantar
Dalam era Otonomi Daerah yang mulai dilaksanakan oleh daerah-daerah di dalam Negara kesatuan Republik Indonesia, tampaknya nasionalisme menjadi urgen untuk diperbincangkan kembali. Mengapa? Apakah semangat nasionalisme bangsa Indonesia mulai diragukan makna dan hakekatnya? Apakah semangat nasionalisme bangsa Indonesia sudah luntur? Apakah memang perlu mendengungkan kembali dan mendarahdagingkan kembali semangat nasionalisme untuk kepentingan nasional atau kepentingan daerah? Banyak pertanyaan yang meletup dalam hati kita, bahwa kondisi sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, dan hankam bangsa Indonesia yang sedang “sakit” ini, membutuhkan kearifan berpikir, bertindak, dan berbangsa dalam koridor keutuhan bangsa Indonesia.
Segala sesuatu yang terjadi pada akhir-akhir ini, merupakan sebuah paradoks yang luar biasa dalam kehidupan bangsa. Berlakunya UU Otonomi Daerah tidak bisa dilepaskan dengan konteksnya. Ketidakadilan antara Pusat dan Daerah dan tuntutan Daerah untuk bisa mengelola assetnya sendiri merupakan kenyataan kontemporer bangsa Indonesia saat ini. Sementara itu, bangsa dan negara Indonesia yang masih mengalami krisis multisegi yang berkepanjangan ini, masih harus menghadapi berbagai gejolak dan goncangan pergolakan sosial dalam bentuk kerusuhan dan kekerasan masyarakat yang cenderung menjurus ke arah terjadinya disorganisasi sosial dan disintegrasi masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk ini. Tantangan disorganisasi sosial dan disintegrasi bangsa semakin terasa ketika situasi konflik semakin meningkat dalam bentuk benturan sosial dengan aksi kekerasan yang bersifat brutal dan destruktif disertai isu-isu konflik bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan).
Sementara itu, dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Otonomi daerah ternyata banyak menimbulkan masalah dan gesekan-gesekan berbagai kepentingan baik kepentingan daerah itu sendiri, antar daerah, maupun antaradaerah dengan pusat. Masalahnya menjadi kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara sembarangan pula. Otonomiitu sendiri sebenarnya bukan merupakan barang baru, namun masih juga dipahami secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan.
Hal ini menunjukkan bahwa Otonomi Daerah merupakan hal yang selalu manarik dan aktual di Indonesia. Mengapa?  Pertama, Indonesia adalah Negara Kesatuan, sehingga sebagai Negara Kesatuan,bangsa Indonesia harus terus menerus berupaya memperkokoh integrasi nasional. Dari sudut ini, perbincangan tentang Otonomi Daerah akan memperlihatkan adanya dua mainstream di dalam masyarakat. Pada satu pihak menganggap bahwa Otonomi Daerah merupakan ancaman terhadap integrasi nasional dan pada pihak lain justru berpendapat sebaliknya. Kedua, negara Indonesia masih berada pada tahap membangun (negaraberkembang) yang potensi sumber daya alam dan manusianya belum terkelola secara optimal. Padahal, keotonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh sumber dana dan kemampuan manajerial daerah tersebut. Sumber dana sangat bergantung pada SDA dan kemampuan manajerial sangat bergantung pada SDM. Ketiga, negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dari segi geografis mempunyai kepadatan penduduk dan SDA yang berbeda-beda pula. Selain itu masalah hubungan antar elite politik secara horisontal maupun vertikal, masalah pengelolaan sumber daya daerah, masalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan masalah penataan organisasi pemerintah daerah merupakan hal yang akan muncul secara terus menerus dan membutuhkan kesiapan daerah untuk memanajnya. Jadi, sampai sekarang pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia masih menjadi masalah nasional.
Berbagai perdebatan sekitar otonomi daerah pun banyak bermunculan. Antara otonomi atau federasi merupakan perdebatan tajam tentang usaha menata kembali negara Indonesia setelah reformasi ini. Namun demikian, terlepas dari perdebatan tersebut, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah disahkan dan telah diberlakukan. Ini berarti, menjadi hal yang kurang bijak apabila kita selalu mempertajam debat tentang “otonomi atau federasi”. Yang lebih penting adalah bagaimana menyikapi UU tersebut dalam konteks perkembangan Negara sekarang ini agar dalam pelaksanaannya tidak memunculkan permasalahan yang ujung-ujungnya justru memperkuat disintegrasi bangsa Indonesia. Salah satu upaya untuk mengaplikasikan Pemerintahan Daerah sekarang adalah dengan menyadari pentingnya dan melaksanakan nasionalisme.
Paper ini akan berusaha mengungkapkan aspek nasionalisme dalam pelaksanaan Pemerintahan di Daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sudah barang tentu untuk membahas masalah ini juga akan dipaparkan setting historis secara singkat Otonomi Daerah dan nasionalisme itu sendiri.
2.       Tinjauan Historis Pembangunan Daerah / Otonomi Daerah
Sebenarnya, otonomi daerah merupakan sebuah kenyataan sejarah yang sejak dahulu telah ada pada bangsa Indonesia. Semasa Kerajaan Mataram misalnya, dalam konsep kekuasaan Jawa (Moedjanto, 1987), pemerintahan raja sebenarnya merupakan hubungan yang hirarkis antara satuan-satuan kekuasaan yang berdiri sendiri, sangat otonom, dan dapat mencukupi kebutuhan sendiri, yang secara vertikal dihubungkan oleh ikatan-ikatan perorangan di antara beberapa pemegang kekuasaan/ bupati
Pada masa kolonial, pemikiran tentang otonomi pun dipandang penting untuk melangsungkan eksploitasi kolonial. Politik Kolonial Belanda yang bertolak dari anggapan bahwa desa adalah tulang punggung ketentraman dan ketertiban hendak mempertahankan otonomi desa dengan segala konsekuensinya. Pada prinsipnya, fungsi-fungsi yang bersifat nasional berada di tangan Pemerintah Pusat antara lain fungsi keamanan,moneter, hubungan luar negeri. Fungsi-sungsi yang bersifat lokal diserahkan kepada daerah.
ertumbuhan nasionalisme setelah tahun 1906 membawa perubahan iklim pemikiran. Sejak tahun 1915 isu mengenai otonomi semakin berkumandang. UU Desentralisasi 1903 kemudian direformasi denganWet op de Bestuur Hervorming  1922 dengan tujuan untuk memberikan jaminan mengenai otonomi dan partisipasi kepada penduduk pribumi dalam pelaksanaan tugas tugas pemerintahan seperti dimiliki penduduk Eropa. Dengan UU ini regentschap dan groepsgemeenschapmerupakan daerah otonom bercorak pedesaan, sedangkan stadsgemeente merupakan daerah otonom yang bercorak perkotaan. Kedudukan gewest, district, dan onderdistrictsebagai daerah administratif.
Pemerintah Orde Baru membakukan pendekatannya terhadap realisasi otonomi daerah melalui UU No. 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah dengan menyebut bahwa otonomi lebih merupakan kewajiban daripada hak, sehingga kontrol Pemerintah Pusat terhadap daerah menjadi amat ketat. Proses desentralisasi dalam rangka otonomi kenyataannya justru mengalami kemandegan sejak diberlakukannya UU No.4 tahun 1974 itu. Pelaksanaan dekonsentrasi menjadi dominan dan hampir semua pembangunan direncanakan oleh Pemerintah Pusat dengan Bappenasnya, pembiayaan ditentukan oleh Pusat, pelaksananya Kepala Daerah yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur, Bupati/ Walikota sebagai penguasa tunggal di daerahnya.
3.       Nasionalisme dalam Konteks Negara Bangsa
Munurut Hans Kohn (1984), nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi setempat, dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi baru pada akhir abad XVIII, nasionalisme menjadi suatu perasaan yang diakui secara umum. Nasionalisme itu makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk semua segi kehidupan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi.
Dalam perkembangannya nasionalisme itu tidak lepas dari konteks sejarahnya. Oleh karena itu ingatan kolektif suatu bangsa yang berasal dari ingatan kolektif lokal sangat berperan dalam membentuk nasionalisme. Bagi bangsa Indonesia, nasionalisme yang berkembang mempunyai dua sifat kesamaan, yaitu faktor solidaritas atas persatuan Indonesia yang menjembatani berbagai macam perbedaan daerah dan mempunyai unsur konflik (penentangan) terhadap kelompok-kelompok sosial tertentu yang dirasakan asing dan aneh. Kaum nasionalis menggerakkan kekuatannya terhadap dua hal, yaitu terhadap dominasi kekuasaan kolonial dan terhadap penguasa tradisional yang sangat feodalistis.
Nasionalisme tidak bisa dilepaskan dengan demokrasi karena keduanya menunjukkan adanya “benang merah” bahwa nasionalisme dan demokrasi merupakan kristalisasi dan institusionalisasi dari tahap lanjut perkembangan kehidupan manusia dalam bidang intelektual, ekonomi, dan politik. Jadi, wajah nasionalisme yang akan muncul banyak dipengaruhi oleh kinerja pemerintah yang sedang berkuasa dan kondisi rakyat sendiri. Nasionalisme bias menjelma menjadi konflik, gerakan protes, dan berbagai bentuk penentangan. Faktor pemicu yang paling efektif terhadap perubahan itu adalah munculnya ketidakadilan.
Sementara itu, dalam perkembangan sebuah bangsa, nasionalisme menjadi dasar dan kekuatan suatu bangsa dalam membangun negara dan bangsanya. Istilah ini sering disebut sebagai  Nation Building.  Nation buildingpada prinsipnya merupakan sebuah proses terus-menerus menuju terciptanya sebuah negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas dasar ideologinya. Dengan kata lain, nation buildingmerupakan proses pembentukan kesatuan bangsa yang utuh. Sementara itu, nation sendiri menunjuk pada suatu komunitas sebagai kesatuan kehidupan bersama yang mencakup berbagai unsur yang berbeda dalam aspek etnik, kelas atau golongan sosial, aliran kepercayaan, kebudayaan, linguistik, dan sebagainya. Kesemuanya terintegrasikan dalam perkembangan historis sebagai kesatuan sistem politik berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan bersama. Heterogenitas dalam berbagai segi kehidupan, unsur-unsurnya digembleng menjadi suatu homogenitas politik dan lazimnya terwujud sebagai negara nasional. Negara nasional itu sendiri menjadi wahana yang berfungsi untuk adaptasi, mempertahankan kesatuannya, memperkokoh proses integrasinya serta mencapai tujuan eksistensinya.
Setelah kemerdekaan Indonesia, nasionalisme tetap berfungsi dalam nation building. Dalam proses itu, kebudayaan nasional, kepribadian dan identitas nasional, kesadaran nasional semuanya perlu dibudayakan. Untuk keperluan itu diperlukan upaya-upaya untuk menimbulkan kesadaran nasional serta memantapkan simbol identitasnya. Demikian halnya setelah pengakuan
Kedaulatan Indonesia, proses nation building bergulir untuk terus menerus menciptakan Indonesia yang utuh. Penolakan terhadap federasi, pertentangan ideologi Pancasila versus Komunisme dan kemudian masalah posisi militer dalam kehidupan negara merupakan bagian dari proses nation building tersebut. Itulah sebabnya dalam proses tersebut haruslah tidak boleh melupakan, apalagi meninggalkan unsur-unsur dinamika lokal.
Di Indonesia, nasionalisme berkembang melalui Pergerakan Nasional atau gerakan sosial yang mampu menciptakan arena politik selaku medium komunikasi bagi kaum terpelajar. Fungsi utamanya adalah mengintegrasikan kaum elite politik. Itulah sebabnya sebagian warga kota, massa rakyat kecil di kota-kota dan pedesan berjalan lambat, sehingga sampai kini proses demokratisasi terus menerus perlu diusahakan. Dengan demikian nasionalisme masih perlu dilembagakan di kalangan rakyat melalui segala macam wahana sistem politik negara nasional sehingga mampu menciptakan kultur politik beserta demokrasinya sesuai dengan ideologi nasional Pancasila.
E.       Nasionalisme dalam Otonomi dan Pembangunan Daerah
Otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik, yang selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarka kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, maka suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan (authority) atau kekuasaan (power) dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya sendiri. Namun demikian, dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, satu prinsip yang harus dipegang olehbangsa Indonesia adalah bahwa aplikasi otonomi daerah tetap berada dalam konteks persatuandan kesatuan nasional Indonesia. Otonomi tidak ditujukan untuk kepentingan pemisahan suatu daerah untuk bisa melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI.
Sekarang bagaimana nasionalisme berperan dalam pembangunan daerah? Apabila dijabarkan prinsip-prinsip dasar nasionalisme, maka dapat disebutkan antara lain: 1) cinta kepada tanah air; 2) Kesatuan; 3) dapat bekerjasama; 4) demokrasi dan persamaan; 5) kepribadian; dan 6) Prestasi. (Kartodirdjo, 1999: 15) Bagi bangsa Indonesia, prinsip-prinsip dasar nasionalisme tersebut tercermin dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in diversity). Dalam setiap pembangunan di daerah, nasionalisme akan tetap terjaga apabila keenam prinsip tersebut selalu dilaksanakan dan diamalkan.
Memang, nasionalisme sebagai rujukan untuk membangun jauh lebih sulit diwujudkan. Diperlukan pemikiran yang konstruktif dan kemampuan strategis untuk menggunakan sumberdaya untuk mencapai sasaran-sasaran berjangka panjang sambil menyelesaikan masalah-masalah berjangka pendek, sambil menetralisasi dampak negative dari nasionalisme dan demokrasi sebagai gerakan yang destruktif.
Cinta tanah air meletakkan setiap proses pembangunan untuk kepentingan bangsa dan negara bukangolongan apalagi individu. Adapun prinsip kesatuan diaplikasikan dalam bentuk- bentuk pembangunan yang mengutamakan kebersamaan dalam demi keutuhan NKRI dengan memperhatikan keanekaragaman sifat pluralistic dari bangsa Indonesia. Artinya, setiap pembangunan di daerah tidak hanya diperuntukkan dan harus dilaksanakan oleh orang “asli” daerah itu saja.
Selanjutnya apabila kita lihat UU No. 22/ 1999 maka kita bisa menjabarkan pokok-pokok nasionalisme yang perlu diperhatikan oleh setiap daerah dalam melaksanakan pembangunan sebagai pencerminan kedaulatan negara dan pokok-pokok otonomi sebagai pencerminan kedaulatan rakyat. Pokok-pokok kedaulatan negara dalam UU tersebut dapat kita lihat pada:
1.       Pasal 7 ayat 2 : Kewenangan bidang lain…meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional  dan pengendalian pembangunan nasional secara macro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dn standardisasi nasional.
2.       Pasal 22: DPRD berkewajiban:
a.       mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan RI
b.      mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, serta menaati segala peraturan perundang undangan
3.       Pasal 31 ayat 1: Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil pemerintah.
4.       Pasal 43 : Kepala Daerah mempunyai kewajiban:
a.       mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
b.      memegang teguh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
Adapun pokok-pokok tentang kedaulatan rakyat dapat kita lihat pada:
1.       Pasal 1
poin h: Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan.
2.       Pasal 4
ayat 2: Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.
3.       Pasal 7
ayat 1: Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
4.       Pasal 22:
a.       membina demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
b.      meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi ekonomi
c.       memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.
5.       Pasal 43:Kapala Daerah mempunyai kewajiban:
a.       menghormati kedaulatan rakyat
b.      menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan
c.       meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat
d.      memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat
Prinsip ketiga dari nasionalisme adalah dapat bekerjasama. Ini berarti bahwa dalam setiap proses pembangunan di daerah perlu dibudayakan kerjasama baik interen subjek pembangunan di dalam daerah maupun antar daerah. Setiap daerah otonom perlu membuka alternatif kerjasama antara satu dengan lainnya, perlu menjembatani berbagai kepentingan antara rakyat dari daerah satu dengan daerah lain, dan sebagainya
Dalam Pembangunan Daerah perlu ditekankan adanya: prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, dalam pelaksanaannya. Jangan sampai pembangunan di daerah meninggalkan peran serta masyarakat, apalagi mengorbankan mereka. Sejarah masa lalu membuktikan bahwa krisis multisegi bangsa Indonesia saat ini sebenarnya bukan terletak pada melemahnya nasionalisme, tetapi karena terjadinya proses ketidakadilan struktural dalam sistem masyarakat Indonesia. Musuh utama nasionalisme dalam pembangunan yang berkembang saat ini adalah banditisme modern struktural; ideology pemaksaan dan manipulasi kekuasaan yang kolutif oleh beberapa elite terhadap massa rakyat
Salah satu hal yang penting tetapi selalu dianggap remeh dan disepelekan adalah pentingnya wawasan sejarah dalam pembangunan daerah. Wawasan sejarah akan menjelaskan nasionalisme bangsa, dan nasionalisme akan mengarahkan pembangunan. Dalam konteks ini, pemahaman terhadap sejarah lokal sangat penting bagi proses pembangunan daerah.
Berdasarkan bidang yang menjadi “bintang” itu, sesungghnya setiap daerah membutuhkan pemahaman terhadap bidang-bidang tersebut dengan pendekatan historis. Mengapa? Karena penentuan langkah dan kebijakan dalam menggarap bidang tidak bisa dilepaskan dengan akar sejarahnya. Pada dasarnya setiap bidang yang akan dikembangkan itu mempunyai problematikanya sendiri. Problematika itu tidak lain merupakan produk masa lampaunya. Oleh karena itu untuk bisa menjawab berbagai persoalan yang berkembang sekarang, maka kajian historis sangat penting. Jadi setiap bidang membutuhkan analisis dan kajian sejarah.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Ciri-ciri nasionalisme dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagaiberikut:
1.       Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
2.       Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise    bangsa.
3.       Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4.       Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu:
1)       Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk      dalam negeri.
2)      Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
3)      Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4)      Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5)      Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.

B.      Saran
Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras. Oleh karena itu, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu kita terkhususnya pemakalah agar tetap berjiwa nasionalisme.
Sumber: http://anchubahri.blogspot.co.id/2015/05/makalah-nasionalisme-bangsa-indonesia.html
Editor: MID group.

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu